Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara PDI-P Tangani Kasus Harun Bisa Berdampak Buruk di Pilkada 2020

Kompas.com - 24/01/2020, 16:47 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti berpendapat, citra PDI-P pada Pilkada 2020 bisa terganggu akibat manuver politik partai itu berkaitan dengan kasus yang menjerat salah satu kadernya, Harun Masiku, di KPK.

"Saya khawatir image yang sedang dibangun PDI-P yang seolah-olah berhadapan dengan KPK ini justru akan berimplikasi serius kepada calon mereka di Pilkada 2020," ujar Ray dalam diskusi di kantor Formappi, Jakarta, Jumat (24/1/2020).

"Image-nya terbangun agak negatif. Dengan sendirinya, mungkin berimplikasi kepada citra calon-calon yang mereka usung mendatang," lanjut dia.

Baca juga: Hasto Ungkap Alasan PDI-P Ajukan Harun Masiku Sebagai Pengganti Nazarudin Kiemas

Bahkan, meskipun elite PDI-P mengatakan kepada publik bahwa mereka mendukung poses hukum terhadap Harun Masiku, hal itu tidak akan terlalu berpengaruh terhadap perbaikan citra partai.

Publik diyakini tetap akan menilai bahwa partai politik besutan Megawati Soekarnoputri itu tidak bersungguh-sungguh mendukung proses pemberantasan korupsi oleh penyidik KPK.

"Karena langkah yang dilakukan mereka itu menjadikan kasus ini seolah-olah kasus partai ya," ujar Ray Rangkuti.

Baca juga: Sikap PDI-P Dinilai Belum Jelas soal Posisi Harun Masiku di Partai

"Jadi saya kira sulit untuk memberi penekanan mereka yang menyatakan menegakkan proses hukum terhadap mereka yang sudah menjadi tersangka korupsi itu mendapat simpati dari masyarakat," lanjut dia.

Terkait perkara yang menjerat Harun, KPK menduga Komisioner KPU Wahyu Setiawan menerima suap setelah berjanji untuk menetapkan Harun sebagai anggota DPR terpilih melalui mekanisme pergantian antarwaktu.

KPK menyebut, Wahyu telah menerima uang senilai Rp 600 juta dari Harun dan sumber dana lainnya yang belum diketahui identitasnya.

Baca juga: Hasto Dicecar 24 Pertanyaan oleh Penyidik KPK, Termasuk Soal Harun Masiku

Sementara itu, Wahyu juga disebut meminta uang operasional sebesar Rp 900 juta untuk memuluskan niat Harun.

KPK menetapkan total empat tersangka dalam kasus suap ini. Selain Wahyu, KPK juga menetapkan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina sebagai tersangka penerima suap.

Lalu, politisi PDI-P Harun Masiku dan pihak swasta bernama Saeful sebagai pemberi suap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com