Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Langkah PDI-P Adukan Kasus Harun Masiku ke Dewas KPK Dinilai Berlebihan

Kompas.com - 17/01/2020, 16:10 WIB
Ardito Ramadhan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah PDI Perjuangan (PDI-P) yang membentuk tim hukum hingga melapor ke Dewan Pengawas KPK terkait kasus suap yang melibatkan eks caleg PDI-P Harun Masiku menuai kritik.

Ketua Pusat Kajian Antikorupsi UGM Oce Madril menilai langkah PDI-P tersebut merupakan bentuk respons berlebihan atas penetapan Harun sebagai tersangka.

"Ini respons terhadap kasus yang menimpa salah satu dari kader mereka, jadi boleh jadi responsnya kayak begini. Respons pergi ke Dewan Pengawas, kemudian ke KPU, ini respons-respons yang bisa dikatakan mungkin berlebihan," kata Oce kepada Kompas.com, Jumat (17/1/2020).

Baca juga: Pilkada Solo, Achmad Purnomo Mengaku Terima Apa Pun Keputusan DPP PDI-P

Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada (UGM), Oce Madril. KOMPAS.com/ AHMAD WINARNO Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada (UGM), Oce Madril.
Oce menuturkan, Tim Hukum PDI-P memang berhak melaporkan hal-hal yang mereka nilai janggal dalam penanganan kasus Harun ini ke Dewan Pengawas KPK.

Namun, ia berpendapat PDI-P sebaiknya menempuh jalur hukum yang sudah ada seperti mekanisme praperadilan ketimbang melakukan manuver dengan mengadu ke Dewan Pengawas KPK.

"Lebih baik melalui upaya hukum yang sudah ada, misalnya praperadilan. Nah kalau nanti kasusnya berlanjut di perdidangan, mereka bisa membela diri di persidangan. Kalau sekarang ke KPU, Polri, mau ngapain?" kata Oce.

Diberitakan, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P membentuk tim hukum untuk menyikapi polemik pergantian anggota DPR yang berujung pada penetapan tersangka kadernya, Harun Masiku, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hingga Jumat hari ini, tim tersebut telah menyambangi sejumlah institusi mulai dari KPU, Dewan Pers, hingga melayangkan laporan ke Dewan Pengawas KPK.

Anggota Tim Hukum PDI-P I Wayan Sudirta mengatakan, ada tujuh poin yang diadukan ke Dewan Pengawas, salah satunya terkait kabar adanya penggeledahan atau penyegelan di Kantor DPP PDI-P.

"Kami menyerahkan sebuah surat yang berisi sekitar tujuh poin. Poin pertama kami menekankan apa bedanya penyidikan dan penyelidikan. Apa bedanya? Penyelidikan adalah pengumpulan bukti-bukti, penyidikan kalo sudah ada tersangka," kata Wayan di Gedung ACLC KPK, Kamis (16/1/2020).

Baca juga: KPK Terhambat Geledah Kantor PDI-P, Ini Kata Jokowi

Wayan menyampaikan perbedaan penyidikan dan penyelidikan itu berkaitan dengan pengakuannya bahwa ada tim KPK yang datang ke Kantor DPP PDI-P sambil membawa surat izin penggeledahan pada Kamis (9/1/2020) pagi lalu.

Padahal, menurut Wayan, KPK seharusnya belum bisa melakukan penggeledahan marena ketika itu penyidikan belum dimulai dan belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.

"Kalau dia kibas-kibas bawa surat penggeledshan pasti patut dipertanyakan surat bener dianggap surat penggeledahan atau tidak," ujar Wayan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com