Titi mengatakan, untuk kasus caleg meninggal, diatur dalam Pasal 240 Ayat (2) yang berbunyi:
"Dalam hal calon anggota DPR yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meninggal dunia, mengundurkan diri, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR, anggota DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPR yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama," demikan bunyi pasal tersebut.
Berdasarkan hal itu, Titi mengatakan, KPU mengalihkan pada caleg yang memiliki syarat yaitu memiliki suara terbanyak setelah caleg yang meninggal.
"Seorang caleg meninggal tak mungkin ditetapkan, otomatis yang jadi caleg terpilih adalah suara terbanyak yang ada yang dihitung," ujarnya.
Baca juga: Wahyu Setiawan Diduga Minta Rp 900 Juta Urus PAW Caleg PDI-P, Sudah Cair Rp 600 Juta
Di sisi lain, menurut Titi Anggraini, PDI-P berpegang pada hasil putusan Mahkamah Agung yaitu Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2019 Pasal 55 ayat 3 dan PKPU Nomor 4 Tahun 2019 Pasal 92 huruf a.
"MA mengabulkan permohonan PDI-P, kalau ada caleg yang meninggal, suaranya dihitung untuk partai, kalau tetap dapat suara. Tetapi partai yang menentukan suara itu mau diberikan kepada siapa," tuturnya.
Namun, kata Titi, KPU menilai, putusan MA tersebut bertentangan dengan Undang-Undang MD3 Nomor 17 Tahun 2017.
Baca juga: Hasto Kristiyanto Sebut Proses PAW di PDI-P Tak Bisa Dinegosiasi
Alhasil, dalam rapat pleno KPU menetapkan Riezky Aprilia yang menggantikan Nazarudin Kiemas, bukan Harun Masuki.
"Kata KPU itu bertentangan dengan putusan MK dengan UU 7 Tahun 2017 dan dengan penetapan calon terpilih. Lalu sama KPU ditetapkan suara terbanyak, maka KPU ditetapkanlah suara terbanyak Riezky Aprilia," ucapnya.