Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jimly Sarankan Nama Laut China Selatan Diganti dengan Laut Asia Tenggara, Kenapa?

Kompas.com - 06/01/2020, 19:50 WIB
Tsarina Maharani,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPD RI Jimly Asshidiqie menilai, klaim China soal perairan Natuna hanya karena alasan psikologis dan romantisme sejarah.

Menurut dia, sebaiknya nama Laut China Selatan yang menjadi letak geografis Pulau Natuna dan pulau lainnya diganti agar tak lagi menimbulkan masalah yang sama di kemudian hari.

"Karena dia merasa itu bagian dari wilayah dia. Namanya sekarang Laut China Selatan. Makanya kita ganti nama itu," kata Jimly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/1/2020).

"Sebaiknya namanya Laut Asia Tenggara saja. Jangan Laut China Selatan," tuturnya.

Baca juga: Soal Natuna, Mahfud: Indonesia Tak Mau Perang dengan China

Di Indonesia, perairan yang membentang dari Selat Karimata dan Selat Malaka turut dinamai Laut China Selatan.

Ia pun mengapresiasi sikap pemerintah melalui Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi yang secara tegas menyampaikan keberatan atas keberadaan kapal-kapal China di perairan Natuna.

Menurut Jimly, wilayah perairan Natuna yang diklaim China itu jelas masih dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Baca juga: Soal Natuna, Luhut Panjaitan Tegaskan Kedaulatan NKRI Tak Ada Kompromi

Oleh karena itu, Jimly menilai China layak diusir dari wilayah tersebut.

"Ini hanya klaim psikologis, romantisme sejarah saja. Saya rasa apa yang sudah disampaikan oleh Menlu itu sudah tepat. Dan karena itu kita tidak ada masalah untuk negosiasi atau pun perundingan dan sebagainya, karena memang itu tidak terpisahkan sama ZEE Indonesia dan dunia internasional mengakui itu. Jadi sebetulnya tinggal diusir saja," kata Jimly.

Ilegal fishing

Jimly mengatakan, persoalan klaim di perairan Natuna ini mesti dipandang sebagai tindakan illegal fishing, bukan suatu persoalan hubungan antarnegara.

Ia berharap kebijakan eks Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang kerap menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan di wilayah Indonesia kembali diteruskan.

Baca juga: Soal Natuna, Puan: Tak Ada Alasan Wilayah Indonesia Diklaim Negara Lain

"Ada baiknya kebijakan yang dipraktikkan oleh Bu Susi kemarin, periode yang lalu itu dipraktikkan lagi, diterapkan lagi. Jadi semua kapal pencuri itu ya, ditembak saja, ditenggelamkan," tegasnya.

"Jadi kita harus menghadapinya bukan masalah hubungan antarnegara, tapi pelaku pencurian ikan di laut ZEE kita," tambah Jimly.

Perihal klaim China soal perairan Natuna, Presiden Joko Widodo menyatakan tak ada tawar-menawar perihal mempertahankan kedaulatan Indonesia.

Hal itu ia singgung dalam rapat terbatas tersebut membahas Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024.

"Bahwa tidak ada yang namanya tawar-menawar mengenai kedaultan, mengenai teritorial negara kita," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (6/1/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com