Atas nama rekonsiliasi akar rumput, lawan politik dirangkul dalam pemerintahan. Akibatnya, kekuatan oposisi, yang sejatinya menyehatkan demokrasi, tak lagi berarti.
Seketika, ekses pilpres secara langsung seolah membuat bangsa ini kapok bereksperimen dengan demokrasi.
Berbagai wacana dan gagasan yang ingin mengembalikan tradisi otoritarianisme pun muncul dan berkembang di Parlemen, antara lain wacana mengembalikan pemilihan presiden ke MPR dan memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Tahun 2019 seakan menjadi pertaruhan; apakah bangsa ini kapok dan berhenti atau akan terus belajar dan melakukan evolusi menuju kematangan sistem demokrasi.
Di luar konteks demokrasi elektoral, berbagai aspek untuk bisa disebut sebagai negara demokrasi penuh (full democracy) ditenggarai mengalami kemerosotan pada tahun 2019.
Seperti dinyatakan oleh dua ahli politik Indonesia dari Australian National University, Edward Aspinall dan Marcus Mietzner, demokrasi Indonesia mencapai titik terendah dalam 20 tahun, atau sejak kebangkitan demokrasi.
Dua aspek di antaranya yang dinilai mengalami kemunduran adalah kebebasan berpendapat dan berorganisasi serta perlindungan terhadap minoritas.
Penerbitan Perppu “antiradikalisme” Nomor 2/2017 sebagai pengganti UU No 17/2013 tentang Ormas serta dimatikannya aspirasi penolakan atas revisi Undang-undang KPK merupakan contoh kasus yang dipandang Aspinall dan Mietzner memundurkan demokrasi Indonesia.
Refleksi politik dan demokrasi Indonesia di tahun 2019 akan dikupas mendalam pada talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (18/12/2019), yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 20.00 WIB.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.