“Paling tinggi kaitannya bagaimana kita bisa membangun peradaban. Dari sisi pragmatis juga tidak ada bukti statistik bahwa hukuman mati mengurangi tingkat tindak pidana extraordinary crime. Dan itu di seluruh dunia,” kata Taufan usai Seminar Nasional '20 Tahun UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM: Refleksi dan Proyeksi' di DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (10/12/2019).
Bahkan saat ini, ia menambahkan, sejumlah negara-negara di dunia telah mulai mengkampanyekan penghapusan hukuman mati dalam sejumlah konferensi tingkat internasional.
Pasalnya, mereka berpandangan tidak ada data statistik yang menunjukkan korelasi antara penerapan hukuman mati dan jumlah tindak pidana.
Di Indonesia sendiri, sejauh ini belum pernah ada penerapan hukuman mati bagi koruptor. Kalau pun ada, itu baru sebatas pada tuntutan jaksa.
Seperti yang terjadi pada era Orde Lama. Saat itu, seorang perwira TNI, yakni Kapten Iskandar yang juga mantan Manager PN Triangle Corporation, dituntut mati oleh Jaksa Tentara Mayor Mochtar Harahap dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tentara Daerah Militer VI Siliwangi.
Mantan perwira itu dituduh telah melakukan penjualan kopra dan minya kelapa dengan harga lebih dari semestinya, serta memperkaya para pemilik, pengusaha pabrik minya di Bandung, Cirebon, dan Rangkasbitung.
Akibat perbuatannya, negara dan masyarakat sepanjang 1960-1961 dirugikan Rp 6 miliar. Selain dituntut hukuman mati, jaksa juga meminta agar negara menyita seluruh harta kekayaannya yang diperoleh dari hasil kejahatannya.
Namun pada saat banding, Mahkamah Militer Tinggi Jakarta justru meringankan hukuman Iskandar menjadi 7 tahun penjara dikurangi masa hukuman dan ditambah dengan dicabut haknya untuk memangku segala jabatan selama sepuluh tahun.
Perlu alternatif
Korupsi memang dianggap sebagai sebuah kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Bahkan UU 31/1999 mendefiniskan perbuatan itu sebagai tindakan yang merugikan keuangan dan perekonomian negara, serta menghambat pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi.
Fickar menilai, salah cara paling efektif untuk membuat koruptor jera yaitu dengan membuat mereka jatuh miskin.
“Dengan pendekatan asset recovery, semua akses napi koruptor harus ditutup agar jera,” kata dia.
Sebagai contoh, pemyitaan terhadap seluruh aset kekayaan yang dimiliki koruptor.
Selain itu, mereka juga dilarang untuk memiliki kartu kredit, menjadi pimpinan hingga mendirikan perusahaan.
“Ini akan lebih menjerakan dibandingkan hukuman mati,” ucapnya.
Baca juga: Kata Jusuf Kalla, Hukuman Seumur Hidup bagi Koruptor Sama dengan Hukuman Mati