Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Kaji Ketentuan Baru: Kejaksaan Bisa Menyadap di Tahap Pelaksanaan Putusan Tipikor

Kompas.com - 26/11/2019, 17:33 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas mengungkapkan, pihaknya tengah mengkaji ketentuan baru dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyadapan terkait recovery asset atau pengembalian kerugian negara dalam kasus korupsi.

Hal itu ia ungkapkan dalam rapat dengar pendapat dengan sejumlah organisasi masyarakat sipil terkait program legislasi nasional (Prolegnas).

"UU Penyadapan ini penting karena nanti ada mekanisme penyadapan yang baru, kewenangan yang baru, yang akan kita berikan terutama yang menyangkut soal recovery asset dari kerugian negara dalam tindak pidana korupsi," ujar Supratman di ruang rapat Baleg, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakata, Selasa (26/11/2019).

Baca juga: Wapres Minta Penyadapan KPK Tak Perlu Izin Dewan Pengawas, Pemberitahuan Saja

Menurut Supratman, jika disetujui dalam pembahasan, nantinya RUU Penyadapan akan memberikan kewenangan penyadapan untuk kejaksaan di tahap pelaksanaan putusan.

Sementara dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), penyadapan hanya dapat dilakukan dalam tahap penyidikan.

Supratman menilai kewenangan itu bertujuan agar kejaksaan dapat menelusuri aset-aset koruptor yang menjadi kerugian negara, baik aset yang terlihat maupun tersembunyi.

Baca juga: Wiranto: Penyadapan Tindakan Melanggar Hukum, tetapi Boleh untuk KPK

"Nanti di tahap pelaksanaan putusan khusus untuk tindak pidana korupsi itu kemungkinan besar akan kita coba untuk memberikan kewenangan kepada kejaksaan sebagai eksekutor untuk bisa melakukan penyadapan terhadap pengejaran aset-aset yang harusnya menjadi kerugian negara," kata Supratman.

"Termasuk juga harta kekayaan yang tersembunyi yang harusnya dikembalikan kepada negara," tambahnya.

Baca juga: Pemerintah dan DPR Sepakat Batasi Kewenangan Penyadapan KPK

RUU Penyadapan merupakan salah satu rancangan yang dibahas di DPR periode 2014-2019.

RUU ini sempat menjadi polemik karena dianggap akan memangkas kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penyadapan.

Namun dalam draf RUU Penyadapan yang terbaru terdapat pasal yang jelas menyatakan bahwa pelaksanaan penyadapan terhadap kasus tindak pidana korupsi yang menjadi wewenang KPK dikecualikan dalam draf RUU Penyadapan.

Kompas TV Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi mulai berlaku Kamis (17/10/2019) ini. Meski tanpa tanda tangan Presiden Jokowi, UU itu otomatis berlaku terhitung 30 hari setelah disahkan di paripurna DPR. Ketentuan ini tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tepatnya pada Pasal 73 ayat 1 dan ayat 2. UU KPK hasil revisi ini sendiri ramai-ramai ditolak aktivis antikorupsi lantaran dinilai disusun terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK. Isi UU KPK yang baru ini juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antirasuah. Misalnya, KPK yang berstatus lembaga negara serta pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi. Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas dinilai dapat mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK. Selain itu, kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks. Total, pihak KPK menemukan 26 poin di dalam UU hasil revisi yang bisa melemahkan kerja KPK dalam pemberantasan korupsi. Sebelumnya, pelaksana tugas Menteri Hukum dan HAM, Tjahjo Kumolo menyatakan revisi undang-undang KPK tetap berlaku meskipun belum ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Jika merujuk pada tanggal sidang paripurna DPR yang mengesahkan RUU KPK, maka memang pada 17 Oktober 2019, RUU KPK akan mulai berlaku. Tjahjo enggan berkomentar lebih banyak terkait akankah Presiden Jokowi memutuskan untuk mengeluarkan perppu. Namun Tjahjo meyakini KPK akan tetap menjalankan tugasnya sesuai mekanisme yang diatur dalam undang-undang yang baru. #RUUKPK #UUKPK #Jokowi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com