Hal itu ia ungkapkan dalam rapat dengar pendapat dengan sejumlah organisasi masyarakat sipil terkait program legislasi nasional (Prolegnas).
"UU Penyadapan ini penting karena nanti ada mekanisme penyadapan yang baru, kewenangan yang baru, yang akan kita berikan terutama yang menyangkut soal recovery asset dari kerugian negara dalam tindak pidana korupsi," ujar Supratman di ruang rapat Baleg, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakata, Selasa (26/11/2019).
Menurut Supratman, jika disetujui dalam pembahasan, nantinya RUU Penyadapan akan memberikan kewenangan penyadapan untuk kejaksaan di tahap pelaksanaan putusan.
Sementara dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), penyadapan hanya dapat dilakukan dalam tahap penyidikan.
Supratman menilai kewenangan itu bertujuan agar kejaksaan dapat menelusuri aset-aset koruptor yang menjadi kerugian negara, baik aset yang terlihat maupun tersembunyi.
"Nanti di tahap pelaksanaan putusan khusus untuk tindak pidana korupsi itu kemungkinan besar akan kita coba untuk memberikan kewenangan kepada kejaksaan sebagai eksekutor untuk bisa melakukan penyadapan terhadap pengejaran aset-aset yang harusnya menjadi kerugian negara," kata Supratman.
"Termasuk juga harta kekayaan yang tersembunyi yang harusnya dikembalikan kepada negara," tambahnya.
RUU Penyadapan merupakan salah satu rancangan yang dibahas di DPR periode 2014-2019.
RUU ini sempat menjadi polemik karena dianggap akan memangkas kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penyadapan.
Namun dalam draf RUU Penyadapan yang terbaru terdapat pasal yang jelas menyatakan bahwa pelaksanaan penyadapan terhadap kasus tindak pidana korupsi yang menjadi wewenang KPK dikecualikan dalam draf RUU Penyadapan.
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/26/17331651/dpr-kaji-ketentuan-baru-kejaksaan-bisa-menyadap-di-tahap-pelaksanaan-putusan