Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Masa Jabatan Presiden Disebut Perlu Ada Kajian Serius

Kompas.com - 25/11/2019, 05:05 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Zuhro menyebutkan, harus ada kajian yang serius tentang wacana penambahan masa jabatan presiden.

Pasalnya, hal tersebut sangat berkaitan erat dengan mekanisme dan sistem pemilu yang digunakan.

"Banyak PR yang harus dibenahi karena bicara jabatan Presiden ujung-ujungnya ke mekanisme pemilu," kata Siti dalam diskusi Chrosscheck di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (24/11/2019).

Dia mengatakan, sejak Indonesia merdeka pada 1945 hingga saat ini, terdapat dinamika yang luar biasa dalam menerapkan mekanisme dan sistem pemilu.

Baca juga: Penambahan Masa Jabatan Presiden Dinilai Tak Bisa Berlaku di Periode Jokowi

Dari sekian banyak itu, kata dia, sudah seharusnya diketahui mana yang tepat dan akurat serta memberi manfaat yang besar terhadap bangsa ini.

"Tata kelola pemilu kita banyak distorsi, tidak substantif, dan masih prosedural. Harus dipikirkan secara serius, apalagi dengan munculnya incumbent dalam Pemilu, distorsi luar biasa," kata Siti.

Dengan demikian, menurut Siti Zuhro, yang harus dibenahi saat ini terutama adalah tata kelola pemilu prosedural diubah ke substantif.

Caranya adalah dengan partai politik yang menjadi pionir untuk mendukung calon yang bisa dipertanggungjawabkan dan mengikuti tahapannya dengan benar.

Baca juga: Wakil Ketua MPR: Wacana Penambahan Masa Jabatan Presiden Bukan dari MPR

Adapun soal beberapa usulan untuk masa jabatan presiden harus dipetakan dan dilihat dampak positif dan negatifnya.

Menurut Siti, antara lain usulan boleh dua periode tetapi dengan jeda waktu dan tidak berturut-turut.

"Harus ada kajian serius yang bisa mengatakan, menyandingkan dan memetakan. Kalau satu periode dampak positifnya, negatifnya, kekuatan kelemahannya bagaimana, lalu juga kalau dua periode dengan ada jeda, aplikatif tidak untuk Indonesia?" kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta 'Reimburse' Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta "Reimburse" Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Nasional
KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

Nasional
Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Nasional
Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Nasional
Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Nasional
KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

Nasional
Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Nasional
Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Nasional
Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Nasional
Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Nasional
Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Nasional
Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Nasional
Mengganggu Pemerintahan

Mengganggu Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com