JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar mengatakan, sistem pilkada asimetris yang saat ini sudah ada perlu dievaluasi lebih lanjut.
Menurut dia, evaluasi ini bisa menjadi masukan untuk membenahi sistem pilkada secara keseluruhan.
"Sejatinya memang pilkada di Indonesia itu sudah asimetris. Misalnya, kalau di DKI Jakarta kan wali kota ditunjuk langsung. Kemudian di DIY juga turun-temurun (untuk gubernur)," ujar Bahtiar ketika dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (20/11/2019).
Kemudian, ada juga pemilu di Aceh yang diikuti partai lokal.
Oleh karena itu, jika kondisi asimetris ini ingin diterapkan secara luas ke depannya tetap perlu kajian.
"Jika ada opsi (memberlakukan) pilkada asimetris. Ini semua harus jelas seperti apa asimetrisnya. Maksudnya mana daerah yang nantinya (bisa pilkada) langsung dan mana yang nantinya tidak langsung," kata dia.
Baca juga: Wapres: Pilkada DPRD Dianggap Tak Demokratis, Pilkada Langsung Biayanya Besar
Sebab, jika merujuk kepada tiga contoh daerah di atas, ada tiga metode berbeda yang digunakan.
"Artinya asimetris itu variannya bisa banyak. Bukan hanya pemilihan secara langsung (dengan kotak suara) dan tidak langsung (dipilih DPRD). Masih bisa kita modifikasi lain-lain," tutur Bahtiar.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arwani Thomafi mengatakan, sistem pilkada di Indonesia saat ini sudah asimetris.
Menurut Arwani, mekanisme untuk memilih kepala atau pemimpin suatu daerah di Indonesia saat ini bermacam-macam.
Misalnya, di Papua yang menggunakan sistem noken. Kemudian, di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masyarakatnya tidak melaksanakan pilkada langsung untuk memilih gubernur.
Baca juga: Kemendagri Nilai Revisi UU Pilkada Harus Bersamaan dengan UU Pemilu
Menurut Arwani, kondisi semacam ini perlu menjadi bahan evaluasi.
"Yang terpenting ada evaluasi apakah nantinya pilkada ini tetap dilaksanakan secara langsung (seluruhnya), atau tidak langsung di mana kepala daerah dipilih oleh DPRD, atau pilkada dengan sistem asimetris (ada daerah yang langsung dan ada yang tidak langsung)," ujar Arwani saat mengisi diskusi bertajuk 'Kupas Tuntas UU Pilkada dalam Berbagai Perspektif' di DPP PPP, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2019).
"Sebab saat ini sudah berjalan, di Papua dengan noken kemudian di DIY juga tidak melakukan pemilihan daerah langsung (untuk gubernur). Artinya memang sistem pikada kita sudah membuka ruang untuk asimetris," ujar Arwani.
Merujuk pada hal ini, Arwani sepakat bahwa kekhasan masing-masing daerah dalam bentuk kearifan lokal saat memilih kepala daerah dipertimbangkan.