JAKARTA, KOMPAS.com - Pertemuan antara Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman pada akhir Oktober lalu tampaknya menarik perhatian Presiden Joko Widodo.
Presiden Jokowi sempat berkelakar soal hangatnya rangkulan Surya Paloh kepada Sohibul Iman saat membuka peringatan HUT ke-55 Partai Golkar di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (6/11/2019).
Awalnya, Jokowi menyapa satu per satu para tokoh yang hadir.
Begitu sapaan sampai di Surya Paloh yang hadir sebagai tamu undangan, Jokowi pun menyinggung soal pertemuan itu.
"Yang saya hormati para ketua umum, Bapak Surya Paloh yang kalau kita lihat malam hari ini beliau lebih cerah dari biasanya, sehabis pertemuan beliau dengan Pak Sohibul Iman di PKS," kata Jokowi.
Baca juga: Singgung Pelukan Surya Paloh dan Sohibul, Istana Sebut Jokowi Hanya Bercanda
Pernyataan Presiden Jokowi langsung disambut tawa dan sorak sorai kader Partai Golkar.
Presiden lalu bicara soal rangkulan Surya Paloh ke Sohibul yang sempat menghiasi headline sejumlah media massa.
"Saya tidak tahu maknanya apa. Tetapi rangkulannya itu tidak seperti biasanya. Tidak pernah saya dirangkul oleh Bang Surya seerat dengan Pak Sohibul Iman," kata Jokowi lagi.
Pernyataan Jokowi itu kembali disambut heboh para kader Partai Golkar yang hadir.
Baca juga: Jokowi: Saya Tak Pernah Dirangkul Bang Surya Seerat dengan Pak Sohibul
Jokowi melanjutkan, sebenarnya ia sudah bertanya langsung ke Surya Paloh soal pertemuannya dengan Sohibul Iman.
Jokowi bertanya hal itu saat bertemu Surya di ruang tunggu, sebelum acara HUT Partai Golkar itu dimulai. Namun, Jokowi mengaku belum mendapatkan jawaban.
"Tadi di holding saya tanyakan, ada apa? Tapi nanti jawabnya, di lain waktu dijawab. Saya boleh bertanya dong, karena beliau masih di koalisi pemerintah," kata Jokowi.
Saat berpidato dalam Kongres II Partai Nasdem yang digelar Jumat (8/11/2019) malam, Surya merespons berbagai anggapan terkait pertemuan dirinya dengan Sohibul Iman.
Meski tak secara langsung menyinggung soal kelakar Presiden Jokowi, namun Surya bicara mengenai momen silaturahim antara elite politik.
Surya menuturkan, sudah terlalu banyak intrik dan kecurigaan yang mengundang sinisme, termasuk di kalangan elite politik. Bahkan, kata dia, rangkulan sesama teman pun dicurigai.
"Bangsa ini sudah capek dengan segala intrik yang mengundang sinisme satu sama lain, kecurigaan satu sama lain. Hingga kita berkunjung ke kawan, mengundang kecurigaan," kata Surya.
Baca juga: Surya Paloh: Rangkulan Silaturahim Dimaknai Kecurigaan...
Ia juga menyebut bahwa ada yang mencurigai saat sesama politisi saring merangkul.
Kecurigaan itu, kata Surya, merupakan diskursus politik yang paling picisan karena dimaknai dengan berbagai tafsir dan kecurigaan.,
"Hubungan, rangkulan tali silaturahmi itu dimaknai dengan berbagai macam tafsir dan kecurigaan," ujar Surya.
Surya Paloh lalu menyebutkan, sistem demokrasi yang dianut di Indonesia begitu liberal, tetapi penerapannya sangat ortodoks konservatif.
"Kita bilang kita mau maju, tapi kita melangkah ke belakang," kata dia.
Baca juga: Surya Paloh : Tak Ada Tempat Bagi Nasdem Kalau Melenceng dari Tujuannya
Dalam pertemuan antara Surya Paloh dan Sohibul Iman di kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, keduanya sepakat untuk memperkuat sistem check and balance atau fungsi pengawasan terhadap pemerintah di DPR.
Partai Nasdem, yang menjadi bagian dari koalisi pendukung pemerintah, dianggap bermanuver dan berupaya membangun poros politik baru.
Sikap ini mendapat kritik dari salah satu mitra koalisinya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Wakil Sekjen PDI-P Arif Wibowo mengingatkan agar Nasdem tidak mempraktikan politik dua kaki dengan menjajaki kerja sama dengan PKS.
"Kami meminta kepada semua partai koalisi untuk taat asas, untuk menjaga sikap dan tindakan yang etis sebagai partai koalisi pemerintahan," ujar Arif saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2019).
"Dengan demikian setiap partai koalisi pendukung pemerintah seharusnya tidak boleh (mempraktikan) politik dua kaki," ucapnya.
Baca juga: Manuver Partai Nasdem, Politik Dua Kaki, dan Sinyal Koalisi Jokowi-Maruf yang Mulai Rapuh...
Dengan demikian, pemerintah mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menjalankan pembangunan selama lima tahun ke depan.
"Sebagai partai utama koalisi pemerintahan kita tentu bermaksud mengingatkan pada semua partai yang selama ini sudah menyatakan komitmennya bekerja dengan baik untuk memenangkan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin," kata Arif.
Pada prinsipnya, kata Arif, setiap parpol memiliki hak untuk berkomunikasi dengan siapa saja, termasuk parpol yang berada di luar pemerintahan.
Baca juga: Nasdem: Bodoh jika Kita Meninggalkan Jokowi
Namun demikian, seharusnya parpol pendukung pemerintah tidak lagi bermanuver untuk menaikkan posisi tawarnya dalam pemerintahan.
"Karena komitmennya pada visi presiden yang sama, dipahami dan disepakati sejak awal. Nah dengan demikian seharusnya sudah tidak ada lagi proses tawar-menawar. Namanya komitmen itu ada loyalitas dan kesetiaan," kata Arif.
Arif pun mengkritik kesepakatan antara Partai Nasdem dan PKS terkait penguatan fungsi check and balance di DPR.
"Ya seharusnya (check and balance dijalankan) oleh mereka yang ada di luar pemerintahan, bukan yang di dalam pemerintahan," ujar Arif.
Baca juga: Pengamat: Nampaknya Nasdem Kurang Happy dengan Koalisi Jokowi
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal PDI-Perjuangan Eriko Sotarduga menilai Presiden Jokowi sedang berusaha menyampaikan isi hatinya saat menyindir Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.
Menurut Eriko, pada periode keduanya, Jokowi merasa lebih bebas. Artinya, tidak ada lagi yang ditahan-tahan untuk diungkapkan Jokowi di hadapan publik, termasuk menyindir ketua umum partai koalisinya.
"Memang beliau dalam periode kedua lebih bebas. Artinya lebih menyampaikan apa adanya, apa isi hatinya," kata Eriko di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11/2019).
"Dulu kan masih mungkin sedikit banyak ditahan, kalau sekarang apa yang mungkin tersirat di dalam hatinya itu dikeluarkan," tuturnya.
Baca juga: Hadir di Kongres Nasdem, Ridwan Kamil: Pemilu 2024 Masih Jauh
Eriko mengatakan, hanya Jokowi yang tahu makna sebenarnya dari sindiran yang ia sampaikan.
Namun, jika dibaca, Jokowi sedang berusaha bertanya ke Surya Paloh mengenai manuvernya bertemu dengan Sohibul Iman beberapa waktu lalu. Padahal, PKS merupakan partai oposisi dan Partai Nasdem masih berada di barisan koalisi Jokowi.
"Ini suatu budaya yang menurut kami baik, dan ini sebenarnya bisa dijelaskan oleh Pak Surya Paloh, sebenarnya apakah yang beliau inginkan sebenarnya," ujar Eriko.
Pandangan Eriko pribadi, manuver Partai Nasdem merapat ke PKS bisa jadi bagian dari persiapan menuju Pemilu 2024.
Baca juga: Penegasan Surya Paloh soal Posisi Nasdem di Koalisi Jokowi-Maruf...
Kelak, Jokowi tidak lagi mencalonkan diri sebagai presiden. Oleh karenanya, Eriko menilai, wajar jika Partai Nasdem mulai memikirkan langkahnya lima tahun ke depan.
Eriko menyebutkan, koalisi parlemen masih sangat cair hingga saat ini. Tidak menutup kemungkinan, kelak Partai Nasdem bakal berkoalisi dengan PKS atau partai oposisi lainnya.
"Kalau di parlemen ini seperti hari ini, kita melihat ini sangat bebas sangat cair. Bisa saja nanti Nasdem koalisi dengan PKS, wajar saja di dalam parlemen. Tetapi apakah finalisasi seperti apa, tentu masyarakat yang menilai," ujar Eriko.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.