Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelukan Hangat Surya Paloh-Sohibul Iman dan Sindiran Jokowi...

Kompas.com - 11/11/2019, 10:14 WIB
Kristian Erdianto,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pertemuan antara Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman pada akhir Oktober lalu tampaknya menarik perhatian Presiden Joko Widodo.

Presiden Jokowi sempat berkelakar soal hangatnya rangkulan Surya Paloh kepada Sohibul Iman saat membuka peringatan HUT ke-55 Partai Golkar di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (6/11/2019).

Awalnya, Jokowi menyapa satu per satu para tokoh yang hadir.

Begitu sapaan sampai di Surya Paloh yang hadir sebagai tamu undangan, Jokowi pun menyinggung soal pertemuan itu.

"Yang saya hormati para ketua umum, Bapak Surya Paloh yang kalau kita lihat malam hari ini beliau lebih cerah dari biasanya, sehabis pertemuan beliau dengan Pak Sohibul Iman di PKS," kata Jokowi.

Baca juga: Singgung Pelukan Surya Paloh dan Sohibul, Istana Sebut Jokowi Hanya Bercanda

Pernyataan Presiden Jokowi langsung disambut tawa dan sorak sorai kader Partai Golkar.

Presiden lalu bicara soal rangkulan Surya Paloh ke Sohibul yang sempat menghiasi headline sejumlah media massa.

"Saya tidak tahu maknanya apa. Tetapi rangkulannya itu tidak seperti biasanya. Tidak pernah saya dirangkul oleh Bang Surya seerat dengan Pak Sohibul Iman," kata Jokowi lagi.

Pernyataan Jokowi itu kembali disambut heboh para kader Partai Golkar yang hadir.

Baca juga: Jokowi: Saya Tak Pernah Dirangkul Bang Surya Seerat dengan Pak Sohibul

Jokowi melanjutkan, sebenarnya ia sudah bertanya langsung ke Surya Paloh soal pertemuannya dengan Sohibul Iman.

Jokowi bertanya hal itu saat bertemu Surya di ruang tunggu, sebelum acara HUT Partai Golkar itu dimulai. Namun, Jokowi mengaku belum mendapatkan jawaban.

"Tadi di holding saya tanyakan, ada apa? Tapi nanti jawabnya, di lain waktu dijawab. Saya boleh bertanya dong, karena beliau masih di koalisi pemerintah," kata Jokowi.

Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh (kiri) berpelukan dengan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman usai menyampaikan hasil pertemuan tertutup kedua partai di DPP PKS, Jakarta, Rabu (30/10/2019). Pertemuan tersebut dalam rangka silaturahmi kebangsaan dan menjajaki kesamaan pandangan tentang kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/foc. ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh (kiri) berpelukan dengan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman usai menyampaikan hasil pertemuan tertutup kedua partai di DPP PKS, Jakarta, Rabu (30/10/2019). Pertemuan tersebut dalam rangka silaturahmi kebangsaan dan menjajaki kesamaan pandangan tentang kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/foc.
Reaksi Surya Paloh

Saat berpidato dalam Kongres II Partai Nasdem yang digelar Jumat (8/11/2019) malam, Surya merespons berbagai anggapan terkait pertemuan dirinya dengan Sohibul Iman.

Meski tak secara langsung menyinggung soal kelakar Presiden Jokowi, namun Surya bicara mengenai momen silaturahim antara elite politik.

Surya menuturkan, sudah terlalu banyak intrik dan kecurigaan yang mengundang sinisme, termasuk di kalangan elite politik. Bahkan, kata dia, rangkulan sesama teman pun dicurigai.

"Bangsa ini sudah capek dengan segala intrik yang mengundang sinisme satu sama lain, kecurigaan satu sama lain. Hingga kita berkunjung ke kawan, mengundang kecurigaan," kata Surya.

Baca juga: Surya Paloh: Rangkulan Silaturahim Dimaknai Kecurigaan...

Ia juga menyebut bahwa ada yang mencurigai saat sesama politisi saring merangkul.

Kecurigaan itu, kata Surya, merupakan diskursus politik yang paling picisan karena dimaknai dengan berbagai tafsir dan kecurigaan.,

"Hubungan, rangkulan tali silaturahmi itu dimaknai dengan berbagai macam tafsir dan kecurigaan," ujar Surya.

Surya Paloh lalu menyebutkan, sistem demokrasi yang dianut di Indonesia begitu liberal, tetapi penerapannya sangat ortodoks konservatif.

"Kita bilang kita mau maju, tapi kita melangkah ke belakang," kata dia.

Baca juga: Surya Paloh : Tak Ada Tempat Bagi Nasdem Kalau Melenceng dari Tujuannya

Politik dua kaki

Dalam pertemuan antara Surya Paloh dan Sohibul Iman di kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, keduanya sepakat untuk memperkuat sistem check and balance atau fungsi pengawasan terhadap pemerintah di DPR.

Partai Nasdem, yang menjadi bagian dari koalisi pendukung pemerintah, dianggap bermanuver dan berupaya membangun poros politik baru.

Sikap ini mendapat kritik dari salah satu mitra koalisinya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Wakil Sekjen PDI-P Arif Wibowo mengingatkan agar Nasdem tidak mempraktikan politik dua kaki dengan menjajaki kerja sama dengan PKS.

"Kami meminta kepada semua partai koalisi untuk taat asas, untuk menjaga sikap dan tindakan yang etis sebagai partai koalisi pemerintahan," ujar Arif saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2019).

"Dengan demikian setiap partai koalisi pendukung pemerintah seharusnya tidak boleh (mempraktikan) politik dua kaki," ucapnya.

Baca juga: Manuver Partai Nasdem, Politik Dua Kaki, dan Sinyal Koalisi Jokowi-Maruf yang Mulai Rapuh...

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di sela-sela acara Kongres Nasdem, Sabtu (9/11/2019) siang. KOMPAS.com/Ihsanuddin Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di sela-sela acara Kongres Nasdem, Sabtu (9/11/2019) siang.
Menurut Arif, seluruh parpol koalisi memiliki kewajiban untuk mengawal pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin supaya dapat berjalan dengan baik.

Dengan demikian, pemerintah mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menjalankan pembangunan selama lima tahun ke depan.

"Sebagai partai utama koalisi pemerintahan kita tentu bermaksud mengingatkan pada semua partai yang selama ini sudah menyatakan komitmennya bekerja dengan baik untuk memenangkan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin," kata Arif.

Pada prinsipnya, kata Arif, setiap parpol memiliki hak untuk berkomunikasi dengan siapa saja, termasuk parpol yang berada di luar pemerintahan.

Baca juga: Nasdem: Bodoh jika Kita Meninggalkan Jokowi

Namun demikian, seharusnya parpol pendukung pemerintah tidak lagi bermanuver untuk menaikkan posisi tawarnya dalam pemerintahan.

"Karena komitmennya pada visi presiden yang sama, dipahami dan disepakati sejak awal. Nah dengan demikian seharusnya sudah tidak ada lagi proses tawar-menawar. Namanya komitmen itu ada loyalitas dan kesetiaan," kata Arif.

Arif pun mengkritik kesepakatan antara Partai Nasdem dan PKS terkait penguatan fungsi check and balance di DPR.

"Ya seharusnya (check and balance dijalankan) oleh mereka yang ada di luar pemerintahan, bukan yang di dalam pemerintahan," ujar Arif.

Baca juga: Pengamat: Nampaknya Nasdem Kurang Happy dengan Koalisi Jokowi

Surya Paloh tiba sebelum acara  pelantikan presiden dan wakil presiden di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019)KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Surya Paloh tiba sebelum acara pelantikan presiden dan wakil presiden di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019)
Lebih lepas

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal PDI-Perjuangan Eriko Sotarduga menilai Presiden Jokowi sedang berusaha menyampaikan isi hatinya saat menyindir Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.

Menurut Eriko, pada periode keduanya, Jokowi merasa lebih bebas. Artinya, tidak ada lagi yang ditahan-tahan untuk diungkapkan Jokowi di hadapan publik, termasuk menyindir ketua umum partai koalisinya.

"Memang beliau dalam periode kedua lebih bebas. Artinya lebih menyampaikan apa adanya, apa isi hatinya," kata Eriko di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11/2019).

"Dulu kan masih mungkin sedikit banyak ditahan, kalau sekarang apa yang mungkin tersirat di dalam hatinya itu dikeluarkan," tuturnya.

Baca juga: Hadir di Kongres Nasdem, Ridwan Kamil: Pemilu 2024 Masih Jauh

Eriko mengatakan, hanya Jokowi yang tahu makna sebenarnya dari sindiran yang ia sampaikan.

Namun, jika dibaca, Jokowi sedang berusaha bertanya ke Surya Paloh mengenai manuvernya bertemu dengan Sohibul Iman beberapa waktu lalu. Padahal, PKS merupakan partai oposisi dan Partai Nasdem masih berada di barisan koalisi Jokowi.

"Ini suatu budaya yang menurut kami baik, dan ini sebenarnya bisa dijelaskan oleh Pak Surya Paloh, sebenarnya apakah yang beliau inginkan sebenarnya," ujar Eriko.

Pandangan Eriko pribadi, manuver Partai Nasdem merapat ke PKS bisa jadi bagian dari persiapan menuju Pemilu 2024.

Baca juga: Penegasan Surya Paloh soal Posisi Nasdem di Koalisi Jokowi-Maruf...

Kelak, Jokowi tidak lagi mencalonkan diri sebagai presiden. Oleh karenanya, Eriko menilai, wajar jika Partai Nasdem mulai memikirkan langkahnya lima tahun ke depan.

Eriko menyebutkan, koalisi parlemen masih sangat cair hingga saat ini. Tidak menutup kemungkinan, kelak Partai Nasdem bakal berkoalisi dengan PKS atau partai oposisi lainnya.

"Kalau di parlemen ini seperti hari ini, kita melihat ini sangat bebas sangat cair. Bisa saja nanti Nasdem koalisi dengan PKS, wajar saja di dalam parlemen. Tetapi apakah finalisasi seperti apa, tentu masyarakat yang menilai," ujar Eriko.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com