Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Evaluasi Pilkada Langsung, antara Partisipasi Publik hingga Politik Uang

Kompas.com - 08/11/2019, 16:10 WIB
Dani Prabowo,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah 14 tahun pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung dilaksanakan, wacana evaluasi penyelenggaraannya kembali muncul.

Wacana itu dilontarkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian setelah bertemu dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Rabu (6/11/2019).

Tito beranggapan, pelaksanaan pilkada langsung berbiaya mahal. Sehingga rawan terjadi praktik korupsi setelah kepala daerah terpilih.

Di sisi lain, pelaksanaan pilkada langsung juga dianggap sebagai sebuah bentuk demokrasi bagi masyarakat. Pasalnya, ada keterlibatan langsung dari publik untuk memilih kandidat kepala daerah terbaik menurut mereka.

"Banyak manfaatnya, yakni partisipasi demokrasi. Tapi kita lihat mudaratnya juga ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau enggak punya Rp 30 miliar mau jadi bupati, mana berani dia," kata Tito seperti dilansir dari Tribunnews.

Pandangan senada disampaikan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Menurut Sekretaris Jenderal DPP PPP Arsul Sani, evaluasi pelaksanaan pilkada langsung perlu dilakukan agar pelaksanaannya ke depan dapat berjalan lebih baik.

"Sebetulnya dari sisi DPR kan sudah lama lihat pilkada langsung ini banyak mudaratnya, meski enggak bisa tutup mata manfaatnya juga ada, yaitu hak demokrasi secara langsung bisa dinikmati rakyat," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Kamis (7/11/2019).

Baca juga: Sekjen PPP Sebut Pilkada Langsung Banyak Kekurangan, Mesti Dievaluasi

Sementara itu menurut Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto, pelaksanaan pilkada langsung sudah cenderung mengarah ke praktik liberal.

Selain berbiaya mahal, praktik demokrasi ini juga memunculkan oligarki baru, yakni antara mereka yang memiliki modal besar dan akses ke media yang luas.

Mereka yang mampu memobilisasi sumber daya modalnya dengan baik, memiliki peluang yang lebih besar untuk terpilih. Sehingga, konsep pemilihan umum yang semula dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, dianggap sudah menjadi demokrasi yang berbasis kekuatan kapital.

"PDI-P menanggapi positif gagasan Mendagri Tito Karnavian untuk melalukan evaluasi terhadap pelaksanaan sistem pemilu (pilkada) langsung yang menyebabkan tingginya biaya pemilu, korupsi, dan ketegangan politik akibat demokrasi bercita rasa liberal yang selama ini diterapkan di Indonesia," kata Hasto melalui keterangan tertulis, Jumat (8/11/2019).

Di lain pihak, Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menilai, perdebatan pilkada langsung dan tidak langsung merupakan perdebatan lama. Ia pun beranggapan bahwa praktik demokrasi yang telah berjalan saat ini sudah cukup baik.

"Ya kita sejauh ini masih konsisten bahwa pilkada lebih baik dilaksanakan secara langsung," kata Ace di Kompleks Parlemen.

Meski demikian, ia tak mempersoalkan bila pelaksanaan pilkada langsung akan dievaluasi, sepanjang hasilnya akan berdampak baik dalam proses mencari pemimpin di daerah.

Baca juga: PDI-P Sebut Pilkada Langsung Lebih Banyak Kerugian

Namun, ia mengingatkan, pelaksanaan pilkada langsung saat ini sudah cukup mengejawantahkan keinginan masyarakat dalam mencari pemimpin bagi daerahnya masing-masing.

Sementara itu, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar mengatakan, apapun mekanisme penyelenggaraannya, pilkada akan tetap berada di bawah pengawasan Bawaslu.

"Apa pun pilihannya, kan kami sebagai pelaksana undang-undang melakukan apa yang diwajibkan kepada kami," kata Fritz.

Minimalisasi OTT

KOMPAS/PRIYOMBODO
Biaya yang tinggi menjadi salah satu persoalan dalam pelaksanaan pilkada langsung. Hal itu tidak terlepas dari praktik politik uang yang terjadi selama proses pilkada berjalan.

Berkaca dari pelaksanaan Pemilu 2019, Bawaslu sejauh ini telah menangani ratusan kasus dugaan pelanggaran pemilu.

Hasilnya, 380 laporan diputuskan sebagai pelanggaran pemilu dan 45 kasus lainnya diputuskan sebagai tindakan politik uang.

"Penindakan politik uang itu sudah terjadi, dan peran Bawaslu dalam melakukan fungsi penindakan sudah dilakukan dengan berbagai inovasi penindakan pelanggaran," kata Fritz.

Baca juga: Tito Sebut Pilkada Langsung Banyak Mudarat, Bawaslu Klaim Sudah Bekerja Baik

Praktik politik berbiaya tinggi dikhawatirkan menimbulkan praktik pidana lainnya yang mungkin akan dilakukan oleh oknum kepala daerah yang ingin mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan.

Oleh karena itu, Tito menilai, perlu adanya perbaikan sistem pilkada langsung agar tidak menimbulkan dampak negatif di kemudian hari.

"Bagaimana solusi mengurangi dampak negatifnya, supaya enggak terjadi korupsi, biar tidak terjadi OTT lagi," kata dia.

Di sisi lain, Arsul menyarankan, perlu adanya penelitian empiris mengenai dampak positif dan negatif dari pelaksanaan pilkada langsung. Penelitian ini perlu dilakukan sebelum pemerintah dan DPR mengambil langkah yang lebih jauh.

Baca juga: Golkar Tetap Konstisten Dukung Pilkada Langsung

Meski pun nantinya sistem pilkada akan berubah menjadi tidak langsung, ia menambahkan, tidak perlu seluruh wilayah menerapkan sistem yang sama.

"Ada yang enggak langsung, misalnya pilgub (pemilihan gubernur). Yang langsung adalah pilbub (pemilihan bupati) dan pilwakot (pemilihan wali kota)," kata Arsul.

"(Kenapa) karena rezim otda (otonomi daerah) yang dianut pemerintahan kita titik beratnya pada kabupaten kota, bukan provinsi," imbuh dia.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Fitria Chusna Farisa, Haryanti Puspa Sari, Rakhmat Nur Hakim)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com