Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Manuver Partai Nasdem, Politik Dua Kaki, dan Sinyal Koalisi Jokowi-Ma'ruf yang Mulai Rapuh...

Kompas.com - 01/11/2019, 07:54 WIB
Kristian Erdianto,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pertemuan antara Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman, Rabu (30/10/2019), memberi sinyal koalisi parpol pendukung pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin mulai rapuh.

Dalam pertemuan yang digelar di kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, keduanya sepakat untuk memperkuat sistem check and balance atau fungsi pengawasan terhadap pemerintah di DPR.

Partai Nasdem yang menjadi bagian dari koalisi pendukung pemerintah dianggap bermanuver dan berupaya membangun poros politik baru.

Sikap ini mendapat kritik dari salah satu mitra koalisinya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Politik dua kaki

Wakil Sekjen PDI-P Arif Wibowo mengingatkan agar Nasdem tidak mempraktikkan politik dua kaki dengan menjajaki kerja sama dengan PKS.

"Kami meminta kepada semua partai koalisi untuk taat asas, untuk menjaga sikap dan tindakan yang etis sebagai partai koalisi pemerintahan," ujar Arif saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2019).

"Dengan demikian, setiap partai koalisi pendukung pemerintah seharusnya tidak boleh (mempraktikkan) politik dua kaki," ucap dia. 

Menurut Arif, semua parpol koalisi memiliki kewajiban untuk mengawal pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin supaya dapat berjalan dengan baik.

Baca juga: Sekjen Golkar Nilai Wajar jika Nasdem Mulai Penjajakan Pilpres 2024

Dengan demikian, pemerintah mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menjalankan pembangunan selama lima tahun ke depan.

"Sebagai partai utama koalisi pemerintahan, kami tentu bermaksud mengingatkan pada semua partai yang selama ini sudah menyatakan komitmennya bekerja dengan baik untuk memenangkan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin," kata Arif.

Pada prinsipnya, kata Arif, setiap parpol memiliki hak untuk berkomunikasi dengan siapa saja, termasuk parpol yang berada di luar pemerintahan.

Namun demikian, seharusnya parpol pendukung pemerintah tidak lagi bermanuver untuk menaikkan posisi tawarnya dalam pemerintahan.

"Karena komitmennya pada visi presiden yang sama, dipahami dan disepakati sejak awal. Nah, dengan demikian, seharusnya sudah tidak ada lagi proses tawar-menawar. Namanya komitmen itu ada loyalitas dan kesetiaan," kata Arif.

Ia pun mengkritik kesepakatan antara Nasdem dan PKS terkait penguatan fungsi check and balance di DPR.

Menurut dia, fungsi check and balance seharusnya dijalankan oleh parpol yang berada di luar pemerintahan.

Poros koalisi baru

Sementara itu, Sekjen Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus menilai pertemuan antara Surya Paloh dan Sohibul Iman tidak bisa dilepaskan dari kontestasi Pilpres 2024.

"Tentunya ini kan terkait dengan 2024, ini sudah jelas 2024 itu siapa ke mana. langkah-langkah itu yang mungkin dilakukan oleh Pak Surya Paloh," ujar Lodewijk.

Baca juga: Wasekjen PDI-P Ingatkan Nasdem Jangan Berpolitik Dua Kaki

Meski pilpres baru akan digelar dalam lima tahun ke depan, ia menganggap wajar jika ada parpol yang mulai melakukan manuver politik sejak sekarang.

Menurut Lodewijk, komunikasi politik harus segera dibangun sebagai upaya awal penjajakan masing-masing partai.

"Ya masih jauh, tetapi namanya komunikasi politik itu mereka mungkin mulai melihat kira-kira link-nya ke mana, penjajakan gitu. Saya pikir, kalau dalam politik itu wajar-wajar saja," kata dia.

Lodewijk memprediksi pertemuan antara Nasdem dan PKS akan memunculkan poros koalisi baru.

Munculnya poros koalisi baru terjadi karena Presiden Joko Widodo tidak dapat lagi diusung sebagai capres pada 2024 karena telah menjabat selama dua periode.

Dengan demikian, parpol akan mulai mencari figur baru untuk dicalonkan.

Tidak menutup kemungkinan parpol pendukung pemerintah akan berkoalisi dengan parpol yang berada di luar pemerintahan.

"Kita tinggal lihat berapa tahun ini (koalisi pendukung pemerintah) akan bertahan dan setelah itu, orang mulai melihat, mulai membayangkan koalisi-koalisi baru untuk tahun 2024," ucap Lodewijk.

Hal senada diungkapkan oleh Ketua DPP Partai Gerindra Desmond J Mahesa.

Ia mengaku tidak yakin dengan kesepakatan kedua partai tersebut untuk memperkuat fungsi check and balance di DPR.

Baca juga: Menteri dari Nasdem Tegaskan Pernyataan Surya Paloh Bukan Sinyal Oposisi

Desmond justru menengarai pertemuan Paloh dan Sohibul menjadi langkah awal koalisi pada Pilpres 2024.

"Kesan koalisi ini antara Nasdem dan PKS kan muncul bukan di DPR, tapi untuk 2024. Jadi pada politik 2024, bukan parlemen," ujar Desmond.

Menurut Desmond, Nasdem menyadari kemungkinan Gerindra akan berkoalisi dengan PDI-Perjuangan.

Oleh sebab itu, Nasdem berupaya untuk membangun koalisi dengan partai lain, salah satunya yakni PKS.

"Karena hari ini kelihatannya koalisi ke depan yaitu Gerindra dengan PDI-P. Mereka paham akan hal ini, lalu mereka bangun koalisi juga, Nasdem dengan PKS," kata Desmond.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com