Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Agung Diminta Kaji Lagi soal Hukuman Mati

Kompas.com - 25/10/2019, 19:23 WIB
Christoforus Ristianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, sejatinya pelaksanaan hukuman mati yang tetap akan dilakukan oleh Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dipikirkan kembali.

Menurut Fickar, Pasal 28 J UUD 1945 menyatakan bahwa konstitusi menghormati hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

"Konstitusi kita di Pasal 28 J kalau enggak salah menyatakan bahwa hak untuk hidup adalah hak yang tidak bisa dinegasikan dalam keadaan apapun, termasuk dalam putusan pengadilan. Artinya, konstitusi kita sudah melarang hukuman mati, tapi karena KUHP belum diubah, maka hukuman mati masih dipandang hukuman positif, seharusnya dipikirkan lagi lah," ujar Fickar saat ditemui seusai diskusi Polemik di Jakarta, Jumat (25/10/2019).

Baca juga: Pembunuh “Debt Collector” di Cianjur Terancam Hukuman Mati

Menurutnya, selama pemerintahan Presiden Joko Widodo periode 2014-2019, pelaksanaan hukuman mati itu justru tidak menjadi efek jera. Karena itu, kata Fickar, pada periode kedua, Jokowi jangan gegabah untuk menerapkan hukuman mati. 

"Mengingat kita juga akan mengubah RKUHP yang menempatkan hukuman mati sebagai alternatif terakhir dan kalau si terpidana berkelakukan baik selama 10 hingga 20 tahun, hukumannya bisa berubah jadi hukuman seumur hidup saja," sambungnya kemudian.

Ia juga mempertanyakan pernyataan Jaksa Agung yang akan tetap menerapkan hukuman mati. Menurut Fickar, hukuman mati tidak berdampak pada perkembangan hukum di Tanah Air.

"Apa sih manfaatnya mengeksekusi orang mati bagi perkembangan hukum. Apakah umpamanya terpidana narkoba akan berkurang dengan banyak kalau hukuman mati dilaksanakan, itu kan belum ada pembuktian yang pasti," tegas Fickar.

Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menegaskan bahwa eksekusi terhadap terpidana hukuman mati akan tetap dilakukan.

Terutama kepada terpidana yang perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap alias inkrah.

"Ada beberapa perkara yang belum inkrah. (Setelah inkrah), pasti kita akan eksekusi," ungkap Burhanuddin di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.

Ia menekankan, hukuman mati tercantum pada peraturan perundangan di Indonesia. Oleh sebab itu, dirinya sebagai aparat penegak hukum wajib melaksanakannya.

Meski demikian, Burhanuddin akan tetap memberikan keleluasaan bagi terpidana mati yang hendak mengajukan proses hukum lanjutan, yakni Peninjauan Kembali (PK).

Baca juga: KontraS: Tak Terlihat Upaya Jokowi-Kalla Hapus Hukuman Mati

Hal itu adalah hak setiap narapidana demi menghindari kesalahan proses hukum narapidana itu sendiri.

Berdasarkan catatan Kontras sepanjang 2014-2019, terdapat 274 terpidana mati yang tersebar di seluruh Indonesia.

Terpidana mati terbanyak yaitu terjerat kejahatan narkotika sebanyak 186 orang dan pembunuhan sebanyak 73 orang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Nasional
Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Nasional
Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com