Salin Artikel

Jaksa Agung Diminta Kaji Lagi soal Hukuman Mati

Menurut Fickar, Pasal 28 J UUD 1945 menyatakan bahwa konstitusi menghormati hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

"Konstitusi kita di Pasal 28 J kalau enggak salah menyatakan bahwa hak untuk hidup adalah hak yang tidak bisa dinegasikan dalam keadaan apapun, termasuk dalam putusan pengadilan. Artinya, konstitusi kita sudah melarang hukuman mati, tapi karena KUHP belum diubah, maka hukuman mati masih dipandang hukuman positif, seharusnya dipikirkan lagi lah," ujar Fickar saat ditemui seusai diskusi Polemik di Jakarta, Jumat (25/10/2019).

Menurutnya, selama pemerintahan Presiden Joko Widodo periode 2014-2019, pelaksanaan hukuman mati itu justru tidak menjadi efek jera. Karena itu, kata Fickar, pada periode kedua, Jokowi jangan gegabah untuk menerapkan hukuman mati. 

"Mengingat kita juga akan mengubah RKUHP yang menempatkan hukuman mati sebagai alternatif terakhir dan kalau si terpidana berkelakukan baik selama 10 hingga 20 tahun, hukumannya bisa berubah jadi hukuman seumur hidup saja," sambungnya kemudian.

Ia juga mempertanyakan pernyataan Jaksa Agung yang akan tetap menerapkan hukuman mati. Menurut Fickar, hukuman mati tidak berdampak pada perkembangan hukum di Tanah Air.

"Apa sih manfaatnya mengeksekusi orang mati bagi perkembangan hukum. Apakah umpamanya terpidana narkoba akan berkurang dengan banyak kalau hukuman mati dilaksanakan, itu kan belum ada pembuktian yang pasti," tegas Fickar.

Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menegaskan bahwa eksekusi terhadap terpidana hukuman mati akan tetap dilakukan.

Terutama kepada terpidana yang perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap alias inkrah.

"Ada beberapa perkara yang belum inkrah. (Setelah inkrah), pasti kita akan eksekusi," ungkap Burhanuddin di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.

Ia menekankan, hukuman mati tercantum pada peraturan perundangan di Indonesia. Oleh sebab itu, dirinya sebagai aparat penegak hukum wajib melaksanakannya.

Meski demikian, Burhanuddin akan tetap memberikan keleluasaan bagi terpidana mati yang hendak mengajukan proses hukum lanjutan, yakni Peninjauan Kembali (PK).

Hal itu adalah hak setiap narapidana demi menghindari kesalahan proses hukum narapidana itu sendiri.

Berdasarkan catatan Kontras sepanjang 2014-2019, terdapat 274 terpidana mati yang tersebar di seluruh Indonesia.

Terpidana mati terbanyak yaitu terjerat kejahatan narkotika sebanyak 186 orang dan pembunuhan sebanyak 73 orang.

https://nasional.kompas.com/read/2019/10/25/19231441/jaksa-agung-diminta-kaji-lagi-soal-hukuman-mati

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke