Kemudian, Puan menjelaskan ke Muhadjir bahwa tantangan Menko PMK ke depan pasti berat.
Apalagi, prioritas Presiden Jokowi di periode keduanya fokus membangun sumber daya manusia (SDM) yang unggul.
"Dan semua hal terkait SDM unggul itu ada di Menko PMK koordinasinya, Menkonya harus memang pernah dan tahu bagaimana caranya menjalankan tugas membawahi 8 kementerian yang ada di Kemenko PMK. Pak Muhadjir bilang, 'oh enggeh, Bu'," ujar Puan.
"Terus ya sudah, omongan lanjutannya rahasia, itu saja yang saya buka," canda Puan disambut tawa mantan para pegawainya di Kemenko PMK.
2. Cerita ibu yang kagumi Megawati
Dalam pidatonya, Muhadjir juga teringat dengan cerita ibu kandungnya yang mengagumi sosok Presiden ke-5 Indonesia sekaligus ibu Puan, Megawati Soekarnoputri.
"Kenangan saya paling istimewa adalah pertama saya bersalaman dengan Bu Mega, ibunya Bu Puan. Dan saya mencium tangan beliau (Megawati). Padahal saya orang Muhammadiyah dan enggak ada tradisi itu," kata Muhadjir.
"Saya lakukan itu. Kenapa? Karena saya ingat betul waktu saya masih kecil, Bu Mega pernah tinggal di Madiun, Wisma AURI, di TNI AU sekarang," sambung Muhadjir.
Pada masa itu, kata Muhadjir, Megawati merupakan ibu rumah tangga yang memiliki kharisma sebagai pemimpin.
Baca juga: Jadi Menko PMK, Muhadjir Teringat Kenangan Ibunya yang Kagumi Megawati
Menurut mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) tersebut, banyak orang saat itu yang rela berangkat dari luar Madiun untuk melihat sosok Megawati.
"Salah satunya ibu saya. Ibu saya itu dari rumah saya tidak di Kota Madiun, masih perlu naik kereta 20 kilometer. Ramai-ramai hanya untuk lihat Ibu Mega saja. Ibu saya tidak kepikiran untuk salaman. Jadi hanya cuma melihat karena Bu Mega mau belanja gitu," kata Muhadjir.
Dengan melihat sosok Megawati saja, kata Muhadjir, ibunya sudah sangat senang. Sang ibu pun menceritakan hal tersebut ke Muhadjir.
"Begitu saya bisa salaman, saya merasa mewakili ibu almarhumah saya. Karena itu, kami punya hubungan dekat dengan beliau, sering kami undang ke kampus, pas saya masih rektor. Dan terakhir beliau saya mohon untuk resmikan rumah sakit yang kami desain khusus untuk diresmikan oleh Ibu Megawati," kata dia.
Karena itu pula, ketika bertugas sebagai Mendikbud dan bekerja di bawah koordinasi Puan Maharani, Muhadjir mengaku senang.
3. Menteri "bandel"
Di sisi lain, Puan menceritakan kenangannya selama bertugas sebagai Menko PMK. Ia menekankan, posisinya sebagai seorang Menko mengharuskan dirinya mengutamakan koordinasi dan sinkronisasi.
"Apalagi kalau di dalam gedung ini jalan sendiri-sendiri. Jadi awalnya ini para deputinya, staf ahli, staf khusus mungkin paham kalau saya datang pertama itu, pasti dikira menkonya cerewet dan detail," kata Puan.
Tak jarang, ia juga menggelar rapat hingga malam hari. Hingga jam 12 malam pun, Puan masih kerap mengirimkan pesan ke jajarannya jika ada masalah yang harus segera ditangani.
"Menko dalam satu hari bisa bicara kesehatan, bicara sosial, bicara pendidikan, bicara olahraga, itu ganti-ganti terus. Kadang kalau banyak pikiran bisa blank," kata dia.
Tantangan kedua sebagai Menko PMK, lanjut Puan, menghadapi menteri-menteri yang "bandel".
Baca juga: Puan Cerita soal Menteri yang Bandel ke Muhadjir...
Kemenko PMK membawahi sejumlah kementerian teknis, seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Agama, hingga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
"Menterinya 'bandel', ada yang enggak datang rapat. Kita enggak mungkin memutus satu permasalahan kalau menterinya enggak datang. Pak Muhadjir juga pengalaman, kalau Pak Muhadjir misal enggak datang rapat 2 kali, saya telepon, Pak kemana? Kok sudah saya undang dua kali enggak datang ini enggak bisa kita putusi loh, Pak," cerita Puan.
Meski demikian, Puan kadang memaklumi bahwa menteri teknis pernah tak ikut rapat lantaran juga mengurusi masalah sesuai bidang kementeriannya.