JAKARTA, KOMPAS.com - Puan Maharani menceritakan pengalamannya selama bertugas sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK).
Puan menekankan, posisinya sebagai seorang Menko mengharuskan dirinya mengutamakan koordinasi dan sinkronisasi.
Hal itu ia ceritakan seusai menyerahkan jabatan Menko PMK ke mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Kamis (24/10/2019).
"Apalagi kalau di dalam gedung ini jalan sendiri-sendiri. Jadi awalnya ini para deputinya, staf ahli, staf khusus mungkin paham kalau saya datang pertama itu, pasti dikira menkonya cerewet dan detail," kata Puan dalam pidatonya.
Baca juga: Cerita Puan Maharani Ditelepon Muhadjir Effendy Jelang Pelantikan Menteri
Tak jarang, ia juga menggelar rapat hingga malam hari. Hingga jam 12 malam pun, Puan masih kerap mengirimkan pesan ke jajarannya jika ada masalah yang harus segera ditangani.
"Dan saya enggak bisa kan sebagai Menko urusannya cuma satu. Menko dalam satu hari bisa bicara kesehatan, bicara sosial, bicara pendidikan, bicara olahraga, itu ganti-ganti terus. Kadang kalau banyak pikiran bisa blank. Jadi harus ada pointers-nya supaya bisa ngomong," kata dia.
Tantangan kedua sebagai Menko PMK, lanjut Puan, menghadapi menteri-menteri yang "bandel".
Kemenko PMK membawahi sejumlah kementerian teknis, seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Agama, hingga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
"Menterinya 'bandel', ada yang enggak datang rapat. Kita enggak mungkin memutus satu permasalahan kalau menterinya enggak datang. Pak Muhadjir juga pengalaman, kalau Pak Muhadjir misal enggak datang rapat 2 kali, saya telepon, Pak kemana? Kok sudah saya undang dua kali enggak datang ini enggak bisa kita putusi loh, Pak," cerita Puan.
Meski demikian, Puan kadang memaklumi bahwa menteri teknis pernah tak ikut rapat lantaran juga mengurusi masalah sesuai bidang kementeriannya.
"Ya kadang disampaikan, 'Oh iya, Bu, saya ini, begini'. Ya sudah rapat besok tolong datang, ya. Kita kan punya grup (chatting) ya, saya bilang, bapak, ibu siapkan waktunya supaya bisa datang," ujar dia.
Baca juga: Cerita Muhadjir Effendy, Konsultasi ke Puan Saat Diminta Jadi Menko PMK
Menurut dia, hal seperti itu juga diperlukan demi mempererat hubungan personal. Sebab, permasalahan-permasalahan yang ada tak bisa diputuskan dan diselesaikan oleh satu pihak saja.
Tak jarang, dalam rapat, perdebatan di antara para menteri teknis di bawah Kemenko PMK pun kerap terjadi.
Muhadjir, kata Puan, adalah sosok menteri yang kerap berupaya meredam risiko konflik saat debat.
"Kalau saya sebelahnya Pak Muhadjir, kan beliau Jawa halus ya, suka bilang, 'Bu harusnya enggak boleh begitu, Bu. Bu rapat itu wes sudahlah, Bu, tenang, Bu, nanti kita selesaikan di luar'. Saya bilang enggak apa-apa, Pak. Justru di dalam kita boleh berdebat, tapi di luar enggak boleh ada yang ngomong macam-macam," kata dia.
Baca juga: Sertijab Menko PMK Rampung, Ini Pesan Puan ke Muhadjir...
Oleh karena itu, ia merasa bersyukur selama lima tahun, tak ada menteri teknis di bawah koordinasinya yang silang pendapat di luar.
Menurut dia, hal itu juga penting membangun kesan dirinya dan para menteri teknis kompak.
"Semuanya kita kawal di dalam, di rapat boleh beda, di luar adem ayem kalau ada masalah kita selesaikan di dalam," kata Puan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.