JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menjadi salah satu orang yang diundang Presiden Joko Widodo ke Istana Merdeka pada Kamis (26/9/2019).
Feri diundang bersama tokoh lain, seperti Mahfud MD, Erry Riyana Hadjapamekas, Bivitri Susanti, Goenawan Mohamad, Butet Kartaradjasa, Franz Magnis-Suseno, Christine Hakim, Quraish Shihab, hingga Azyumardi Azra.
Kepada Kompas.com, Feri menceritakan soal bagaimana ia bisa ikut dalam pertemuan itu, apa saja yang dibicarakan hingga pesan khususnya ke Presiden Jokowi.
"Saya diundang setelah aksi di Sumatera Barat, tiba-tiba ada undangannya, besoknya kalau bisa bertemu Presiden. Saya berpikir agak berat karena tiket pesawat kan susah ya mendadak begitu, nah ternyata dapat pesawat akhirnya jadi pergi," kata Feri saat dihubungi, Selasa (1/10/2019).
Baca juga: Romo Magnis: Saya Harap Jokowi Berani Terbitkan Perppu Batalkan UU KPK
Dalam pertemuan bersama di Istana, kata Feri, Jokowi berbicara banyak hal, seperti kebakaran hutan dan lahan, revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), revisi Undang-Undang tentang KPK, hingga demonstrasi mahasiswa.
"Pembicaraan itu didominasi oleh para senior, sudah berapa kali aku tunjuk tangan, tidak juga digubris Pak Goenawan Mohamad, karena beliau yang memoderatori pertemuan itu," ujar Feri.
"Pokoknya yang bicara awalnya Pak Goenawan, Mbak Bivitri, Pak Mahfud, Pak Erry, lalu beberapa senior lain, nah itu saya angkat tangan terus itu," kata dia.
Baca juga: POPULER SEPEKAN: Kebimbangan Jokowi dalam Merilis Perppu Pembatalan Revisi UU KPK
Akhirnya, ia dapat kesempatan berbicara dengan Presiden Jokowi setelah "ditolong" oleh peserta lain, yaitu seniman Jajang C Noer.
Jajang, kata Feri, meminta Goenawan mempersilakan Feri berbicara.
Feri Amsari yang merupakan pakar hukum tata negara ini menyatakan, perppu merupakan hak subyektif Presiden Jokowi.
"Nah saya juga ungkapkan syarat yang ditentukan untuk menerbitkan perppu sebagaimana ditentukan putusan MK 003 (Tahun) 2005 dan 38 (Tahun) 2009 sudah terpenuhi, bahwa ada kondisi di masyarakat yang membutuhkan segera sebuah peraturan yang bisa menenangkan mereka semua," kata dia.
Baca juga: Wasekjen Gerindra Sebut Perppu UU KPK Menentukan Keberpihakan Jokowi
Saat itu, Feri menyarankan kepada Presiden Jokowi untuk tak perlu merespons penolakan atau tekanan dari partai politik soal perppu tersebut.
"Saya sampaikan, publik perlu tahu Presiden berdiri di mana. Presiden berdiri bersama rakyat atau bersama partai politik?" ucap Feri.
"Dalam konteks ini perlu Presiden menunjukkan sikap dia betul-betul bersama rakyat dan bukan orang yang bisa dikendalikan partai politik, dialah yang mengendalikan partai politik," kata dia.
Feri menyebutkan, Presiden Jokowi sempat khawatir soal penolakan di DPR saat ia menerbitkan perppu untuk membatalkan UU KPK hasil revisi.
"Kami sampaikan, ya enggak masalah Pak. DPR yang menolak biarkan saja karena dengan begitu publik bisa melihat DPR itu ke mana arahnya, ini kepentingan siapa. Banyak orang yang berharap bapak bisa berdiri sama rakyat," ucapnya.
"Dia (Jokowi) merespons ya kalau memang perppu itu menjadi pertimbangan. Dia akan coba pikirkan dan dalam waktu secepatnya dia akan memberitahukan kembali, nah ini kan sudah berapa hari ini (belum ada kepastian soal perppu). Apa yang terjadi sebenarnya? Yang jelas parpol kan menolak sehabis-habisnya," kata Feri.
Baca juga: Soal Perppu KPK, Jokowi Bisa Lakukan 2 Hal jika Ditentang Partai
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.