JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Legislasi DPR Eva Kusuma Sundari menilai, aksi unjuk rasa mahasiswa sudah tidak relevan karena beberapa tuntutan mereka kepada DPR dan presiden sudah dikabulkan.
"Sehingga, demo tidak perlu lagi dilanjutkan, kecuali memang ingin membuat kegaduhan yang rawan menjadi tunggangan penumpang gelap yang menginginkan destabilisasi," kata Eva dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/9/2019).
Eva lalu merinci lima tuntutan yang disampaikan mahasiswa. Tuntutan pertama, yaitu penundaan pengesahan RUU KUHP.
Baca juga: Polisi Sebut Banyak Hoaks Mahasiswa Tewas Pasca Kericuhan Demo di Bandung
Menurut Eva, tuntutan ini sudah dilaksanakan ketika presiden pada Hari Jum’at (20/9/2019) lalu mengumumkan penundaan pengesahan RUU tersebut.
"Hal ini disambut positif oleh partai-partai koalisi dan bahkan Gerindra juga mendukung. Alasan penundaan adalah merespons permintaan masyarakat luas atas pasal-pasal yang kontroversial," kata dia.
Tuntutan kedua yakni pencabutan UU KPK. Mengenai tuntutan ini, Eva mengatakan itu sudah di luar kontrol DPR dan pemerintah karena sudah disahkan.
Satu-satunya peluang yang bisa ditempuh mahasiswa yakni melalui uji materi atas UU KPK yang baru ke Mahkamah Konsitusi.
Permintaan agar presiden menerbitkan perppu untuk mencabut UU KPK juga menurut Eva tidak mungkin dilaksanakan mengingat tidak ada alasan darurat.
"Jadi saat ini bola justru di tangan mahasiswa sendiri, bukan DPR dan presiden," ujar dia.
Tuntutan ketiga, berupa penangkapan terhadap pelaku kebakaran hutan.
Menurut anggota Fraksi PDI-P ini, penegakkan hukum sedang berjalan. Pelaku perorangan dan kelompok pembakaran hutan sudah ditangkap.
Demikian juga dengan perusahaan dalam dan luar negeri yang dibekukan izin usahanya karena terkait karhutla.
"Jadi sebaiknya para mahasiswa mengawasi penegak hukum dalam bekerja, bukan justru demo di DPR maupun di tempat yang tidak terkait," kata dia.
Baca juga: Demo di DPR, Mahasiswa Tegaskan Bukan untuk Gagalkan Pelantikan Jokowi
Tuntutan keempat yakni terkait desakan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Menurut Eva, pembahasan RUU ini mandek akibat penolakan sejumlah ormas.
Para penolak RUU ini, kata dia, pebih percaya kepada hoaks bahwa RUU PKS mendukung seks bebas hingga LGBT daripada membela korban kekerasan seksual.