Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Litbang Kompas: 66,2 Persen Responden Merasa Aspirasinya Tak Terwakili DPR 2014-2019

Kompas.com - 23/09/2019, 08:37 WIB
Christoforus Ristianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2014-2019 di akhir masa jabatan mendapat penilaian kurang memuaskan.

Hal ini diketahui berdasarkan jajak pendapat Litbang Kompas yang dilakukan pada 18-19 September 2019 terhadap 529 responden.

Ketidakpuasan publik itu tercermin dari 66,2 persen responden yang merasa belum terwakili aspirasinya oleh DPR periode 2014-2019.

Baca juga: Laporan Kinerja DPR 2018-2019, 15 RUU Disahkan Jadi Undang-Undang

Mayoritas responden juga tidak puas pada kinerja DPR, baik dalam fungsi pengawasan, legislasi, maupun penganggaran.

Dari tiga fungsi itu, responden paling tidak puas pada fungsi legislasi.

Sebanyak 63,7 responden menyatakan tidak puas, 24,4 persen menyatakan puas, dan 11,9 persen menjawab tidak tahu.

"Hampir dua pertiga publik (57-63 persen responden) menyatakan tak puas terhadap kinerja DPR dalam menjalankan fungsi legislasi, kontrol terhadap jalannya pemerintah, juga dalam membuat anggaran belanja negara. Angka tersebut relatif menetap dari rangkaian jajak pendapat," ujar peneliti Litbang Kompas Susanti Agustina seperti dikutip dari Harian Kompas, Senin (23/9/2019).

Baca juga: Kinerja DPR Periode 2014-2019 Dianggap Jeblok, Bamsoet Tak Terima

 

Adapun dari sisi kuantitatif, target penyelesaian program legislasi nasional (prolegnas) juga belum tercapai.

Dari tahun 2015-2019, realisasi penyelesaian prolegnas prioritas selalu di bawah 50 persen per tahun.

Berkelindan dengan itu, DPR periode ini juga menjadi sorotan publik karena adanya sejumlah aksi penolakan terhadap sejumlah rancangan undang-undang yang hendak disahkan pada akhir masa jabatan.

Baca juga: Formappi Prediksi Kinerja DPR 2019-2024 Tak Beda dengan Periode Sebelumnya

 

Penolakan RUU tersebu di antaranya revisi UU KPK yang telah disahkan dan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Namun demikian, RKUHP yang awalnya telah disepakati DPR dan pemerintah, akhirnya pengesahannya ditunda berdasarkan permintaan Presiden Joko Widodo.

Kendati demikian, publik masih menyimpan harapan terhadap idealisme anggota DPR dari partai politik pilihanya periode 2019-2024.

"Sekitar 59,5 persen responden menyatakan keyakinannya, sedangkan 37,1 persen responden berada pada titik tidak yakin dengan perjuangan/gagasan anggota DPR partai pilihannya," tutur Susanti.

Kompas TV Dari cukup banyaknya jawaban responden yang menilai citra baik artinya publik masih menaruh harapan kepada muka-muka baru anggota DPR untuk bisa merubah citra buruk DPR. Lalu mampukah para wakil rakyat ini melepaskan diri dari jeratan stigma masa lalu? Produktivitas anggota DPR periode 2014-2019 disangsikan publik. Bahkan publik lebih ingat praktik korupsi yang berkali-kali dilakukan wakil rakyat. Apa yang harus dilakukan agar DPR periode 2019-2024 bisa lebih produktif dan terhindar dari godaan praktik korupsi? #DPR #WajahBaruDPR #KinerjaDPR
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com