Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam RKUHP, Pasangan Kumpul Kebo Bisa Dipidana atas Aduan Kepala Desa

Kompas.com - 20/09/2019, 08:41 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pasal 419 yang mengatur hidup bersama tanpa status pernikahan atau kumpul kebo pada rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), menjadi sorotan.

Pada draf awal, pasal itu mengatur bahwa pasangan kumpul kebo dapat dipidana apabila ada aduan dari suami, istri, orangtua dan anak.

Namun, pasal itu akhirnya direvisi dan hasil revisi disahkan dalam rapat kerja Komisi III serta pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2019).

Pasal 419 Ayat (1) menyatakan, setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Baca juga: Pengesahan RKUHP Disarankan Ditunda Karena Banyak Pasal Bermasalah

Kemudian Ayat (2) tertulis bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak dapat dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, orang tua atau anaknya.

Tak berhenti sampai situ, ada penambahan Ayat (3) yang menyatakan, pengaduan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dapat juga diajukan kepala desa atau dengan sebutan lainnya, sepanjang tidak terdapat keberatan dari suami, istri, orang tua atau anaknya.

Perubahan pasal tersebut pun menuai banyak kritik. Pasal hasil revisi dinilai akan memperburuk penegakan hukum sekaligus menimbulkan potensi kesewenang-wenangan.

Anggota Komisi III dari Fraksi PDI-P M Nurdin memberikan catatan pada Pasal 419 tersebut.

Ia mengatakan, ketentuan pasal kumpul kebo dalam RKUHP harus diperketat agar tetap melindungi ranah privat warga negara.

Nurdin mengusulkan agar pengaduan oleh kepala desa harus berdasarkan keberatan yang disampaikan secara tertulis.

Baca juga: Komnas HAM Akan Surati Presiden, Minta Tunda Pengesahan RKUHP

Oleh sebab itu, Fraksi PDI-P meminta penambahan kata "tertulis" dalam rumusan pasal.

"Fraksi PDI Perjuangan meminta agar setelah kata 'keberatan' dimasukan kata 'tertulis'. Sehingga memberikan kejelasan terhadap kalimat tidak terdapat keberatan," kata Nurdin.

Adapun, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sendiri akan menjadwalkan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam Rapat Paripurna pada akhir September mendatang.

Menurut jadwal, Rapat Paripurna DPR akan digelar pada Selasa (24/9/2019). 

 

Kompas TV Draft terakhir rancangan kitab undang undang hukum pidana RKUHP tetap mempertahankan pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden. Keberadaan pasal ini menuai polemik di masyarakat namun DPR bergeming Ketua DPR Bambang Soesatyo. Bambang optimistis RKUHP bisa disahkan sebelum masa jabatan DPR periode 2014-2019 habis akhir September mendatang. Masuknya kembali pasal penghinaan Presiden di RKUHP dikhawatirkan bisa membatasi kebebasan masyarakat menyampaikan pendapat apa jaminannya pasal ini tidak mengganggu hak warga dalam berekspesi? Untuk membahasnya sudah hadir di studio Anggota Komisi III Dpr dari Fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan kemudian ada Direktur Lokataru Foundation Haris Azhar dan pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad. #DPR #RKUHP #JokoWidodo
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com