Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Minta Pengesahan RKUHP Ditunda

Kompas.com - 19/09/2019, 16:04 WIB
Christoforus Ristianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta pemerintah dan DPR RI menunda mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

"Permintaan kita konkret saja, kami dari Komnas HAM menilai lebih bijak RKUHP ditunda saja dan diperbaiki, tidak segera disahkan. Kalau dijadwalkan di DPR ya kami berharap Presiden Jokowi tidak segera tandatangan," ujar komisioner Komnas HAM bidang pengkajian dan penelitian, Choirul Anam, dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (19/9/2019).

Baca juga: Lewat Petisi, Aktivis Ini Dorong Jokowi Gagalkan RKUHP

"Kami dari Komnas HAM percaya kalau masih punya niat baik meletakkan pemidanaan ini, tunda saja dua atau tiga bulan lagi. Kan enggak semuanya yang harus diperbaiki, ada catatan yang belum bagus," sambungnya.

Choirul mencontohkan, salah satu pasal yang bermasalah yakni ketentuan penerapan hukuman mati yang masih diatur RKUHP.

Menurut Anam, hukuman mati yang digunakan dalam sanksi pidana tidak akan membuat kejahatan berhenti.

"Nah ini, kalau Komnas HAM tidak kompromi soal ketentuan penerapan hukuman mati. Kenapa kami bersebrangan, karena pada praktiknya hukuman mati tidak menimbulkan efek jera," ujar Anam.

Baca juga: PDI-P Berikan Catatan Terkait Pasal Kumpul Kebo dalam RKUHP

Pasal 98 draf terbaru RKUHP menyatakan, pidana mati dijatuhkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dan mengayomi masyarakat.

Kemudian Pasal 100 ayat (1) mengatur hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun.

Masa percobaan dapat diputuskan hakim jika terdakwa menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki, peran terdakwa dalam tindak pidana tidak terlalu penting atau adanya alasan yang meringankan.

Menurut Anam, ketentuan penerapan hukuman mati dalam RKUHP tidak juga menimbulkan pengurangan kejahatan.

"Ini juga bertentangan dengan paradigma melawan kejahatan ya bukan dengan cara melakukan pelanggaran. Itu paradigma yang dibangung dalam konteks hukuman mati," papar Anam.

Baca juga: MA Setuju Contempt of Court di RKUHP, Ini Alasannya...

Ketentuan pidana mati dalam RKUHP, seperti diungkapkan Anam, dinilai bertentangan dengan sejumlah ketentuan HAM internasional. Apalagi, Indonesia sudah meratifikasi konvenan internasional tentang hak sipil dan politik.

Ia menyebutkan, dalam konvenan tersebut dinyatakan bahwa hak hidup merupakan hak asasi manusia yang tidak bisa dikurangi.

"Kemudian Indonesia juga meratifikasinya melalui Undang-Undang No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights," pungkas Anam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com