Terlepas dari semangat dan tujuannya, proses revisi UU KPK kali ini seolah menjadi orkestrasi yang dimainkan dengan ciamik oleh DPR dan pemerintah.
Mulai dari operasi senyap Baleg DPR, singkatnya waktu yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk memberikan persetujuan, hingga pembahasan antara DPR dan pemerintah yang berlangsung tertutup dan secepat kilat.
Orkestrasi tersebut juga tampaknya telah dimainkan sejak proses seleksi calon pimpinan KPK periode 2019-2023.
Dalam pembahasan RUU KPK, DPR dan pemerintah bahkan tak memberi ruang bagi pelibatan dan aspirasi masyarakat sipil, termasuk KPK.
Padahal, sebelum dimulainya pembahasan, Presiden Jokowi dan sejumlah anggota Komisi III DPR mewanti-wanti agar publik mengawasi pembahasan RUU KPK yang berlangsung di DPR.
Penyusunan RUU KPK yang ditenggarai cacat prosedur pun tampaknya dikesampingkan dalam orkestrasi ini.
Sejumlah pakar hukum tata negara menilai proses revisi UU KPK saat ini melanggar hukum karena tidak termasuk dalam RUU prioritas pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019 yang telah disepakati oleh DPR dan pemerintah.
Tindakan ini melanggar Pasal 45 ayat 1 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur bahwa penyusunan RUU dilakukan berdasarkan Prolegnas.
Selain itu, Tata Tertib DPR Pasal 65 huruf d menyebut bahwa Badan Legislasi bertugas menyusun RUU berdasarkan program prioritas yang ditetapkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.