Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Diminta Tak Kirim Surpres Terkait Revisi UU KPK

Kompas.com - 06/09/2019, 17:43 WIB
Kristian Erdianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Dio Ashar Wicaksana meminta Presiden Joko Widodo kembali menunda pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Jokowi diminta tak kirimkan surpres terkait pembahasan revisi UU KPK

Pada 2016 lalu, Presiden Jokowi menyatakan dirinya bersama DPR sepakat untuk menunda pembahasan revisi UU KPK.

Saat itu Jokowi menganggap rencana revisi UU KPK perlu mendapat kajian lebih mendalam, termasuk sosialisasi terhadap masyarakat.

Baca juga: Usul Revisi UU KPK Disebut Datang dari Fraksi PDI-P, Golkar, Nasdem, dan PKB

"Jika Presiden dari awal sikapnya tidak mendukung revisi UU KPK, sekarang jadi bisa ditunda. Kami mengharapkan seperti itu," ujar Dio saat dihubungi, Kompas.com, Jumat (6/9/2019).

Menurut Dio, Presiden Jokowi memiliki alasan untuk menunda pembahasan revisi UU KPK bersama DPR saat ini. Salah satunya terkait faktor legislasi.

Ia mengatakan, pembahasan revisi UU KPK yang dipaksaan pada periode ini dikhawatirkan akan memperkecil kemungkinan penyelesaian agenda prioritas.

Beberapa agenda yang dianggap prioritas antara lain, pembahasan RKUHP, pemilihan Calon Pimpinan KPK, dan pembahasan undang-undang lain seperti UU Tipikor.

Baca juga: Soal Revisi UU KPK, Saut Situmorang: Kalau Memperlemah, Tolak, Titik!

Di sisi lain, dalam waktu yang singkat, pembahasan revisi UU KPK diprediksi tidak akan cukup untuk memberikan ruang dan kesempatan bagi berbagai kalangan untuk memberikan masukan dalam rancangan UU KPK tersebut.

"Khawatirnya dengan waktu yang terbatas ini, DPR juga tidak memiliki waktu untuk mengkaji secara mendalam rencana revisi UU KPK tersebut, bahkan waktu yang kurang dari sebulan hari kerja ini tidak akan cukup untuk memberikan ruang dan kesempatan bagi berbagai kalangan untuk memberikan masukan," kata Dio.

Hal senada juga diungkapkan oleh Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus.

Menurut Lucius, berbagai penolakan dari masyarakat sipil dan pegiat antikorupsi dapat menjadi alasan Presiden Jokowi tidak mengirimkan Surat Presiden (Surpres) ke DPR.

Adapun Surpres menjadi dasar dimulainya proses pembahasan rancangan undang-undang antara DPR dan pemerintah.

Baca juga: Presiden Jokowi Dinilai Punya Alasan Kuat Menolak Revisi UU KPK

"Saya kira penolakan masyarakat atas rencana merevisi UU KPK sudah seharusnya jadi alasan bagi Presiden untuk tidak mengeluarkan Surpres tersebut," ujar Lucius saat dihubungi Kompas.com, Jumat (6/9/2019).

Seperti diketahui rencana revisi UU KPK sempat mencuat pada 2017 lalu. Namun rencana tersebut ditunda karena mendapat penolakan keras dari kalangan masyarat sipil pegiat antikorupsi.

Mereka menilai poin-poin perubahan dalam UU tersebut akan melemahkan KPK. Revisi UU KPK kembali mencuat dan disepakati dalam Rapat Paripurna pada Kamis (5/9/2019).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Nasional
Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Nasional
Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Nasional
Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Nasional
KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

Nasional
Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Nasional
Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Nasional
Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Nasional
Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Demokrat Tak Khawatir Jatah Kursi Menteri, Sebut Prabowo Kerap Diskusi dengan SBY

Nasional
PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

PAN Lempar Kode soal Jatah Menteri, Demokrat: Prabowo yang Punya Hak Prerogatif

Nasional
Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Zulhas Bawa 38 DPW PAN Temui Jokowi: Orang Daerah Belum Pernah ke Istana, Pengen Foto

Nasional
Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Nasional
Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Nasional
Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com