Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Komnas HAM Tolak Sanksi Pidana Hukuman Mati dalam RKUHP

Kompas.com - 03/09/2019, 12:12 WIB
Christoforus Ristianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Bidang Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Choirul Anam menyatakan, pihaknya konsisten menolak ketentuan penerapan hukuman mati yang masih diatur dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Menurut Anam, hukuman mati yang digunakan dalam sanksi pidana tidak akan membuat kejahatan berhenti.

"Nah ini, kalau Komnas HAM tidak kompromi soal ketentuan penerapan hukuman mati. Kenapa kami berseberangan, karena pada praktiknya hukuman mati tidak menimbulkan efek jera," ujar Anam dalam diskusi terkait RKHUP di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (3/9/2019).

Baca juga: 5 Masalah RKUHP, dari Penerapan Hukuman Mati hingga Warisan Kolonial

Pasal 98 draf terbaru RKUHP menyatakan, pidana mati dijatuhkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dan mengayomi masyarakat.

Kemudian Pasal 100 ayat (1) mengatur hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun.

Masa percobaan dapat diputuskan hakim jika terdakwa menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki, peran terdakwa dalam tindak pidana tidak terlalu penting atau adanya alasan yang meringankan.

Baca juga: Penerapan Hukuman Mati pada RKUHP Tuai Kritik

Menurut Anam, ketentuan penerapan hukuman mati dalam RKUHP tidak juga menimbulkan pengurangan kejahatan.

"Ini juga bertentangan dengan paradigma melawan kejahatan ya bukan dengan cara melakukan pelanggaran. Itu paradigma yang dibangun dalam konteks hukuman mati," papar Anam.

Ketentuan pidana mati dalam RKUHP, kata Anam, dinilai bertentangan dengan sejumlah ketentuan HAM internasional.

Baca juga: Ketentuan yang Dipertahankan di RKUHP, Termasuk Hukuman Mati dan Penghinaan Presiden

Apalagi, Indonesia sudah meratifikasi konvenan internasional tentang hak sipil dan politik.

Ia menyebutkan, dalam konvenan tersebut dinyatakan bahwa hak hidup merupakan hak asasi manusia yang tidak bisa dikurangi.

"Kemudian Indonesia juga meratifikasinya melalui Undang-undang No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights," pungkas Anam.

Kompas TV Prajurit TNI yang memutilasi pacarnya sendiri menghadapi sidang perdana di Pengadilan Militer 1-04 Palembang, Sumatera Selatan. Terdakwa terus menangis sepanjang persidangan. Prada Deni Permana terus menangis sepanjang sidang perdana kasus pembunuhan kekasihnya di Pengadilan Militer 1-04 Palembang. Sidang terbuka untuk umum yang dipimpin hakim ketua Letkol Muhammad Hasyim ini beragendakan pembacaan dakwaan dan mendengar keterangan para saksi. Sebanyak 8 saksi dari keluarga korban dan keluarga pelaku dihadirkan dalam sidang ini untuk dimintai keterangan. Dalam dakwan oditur, terdakwa didakwa dengan pasal 338 dan 340 tentang pembunuhan berencana karena membunuh kasir minimarket yang tak lain adalah kekasihnya. #PrajuritTNI #Mutilasi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com