JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Bidang Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Choirul Anam menyatakan, pihaknya konsisten menolak ketentuan penerapan hukuman mati yang masih diatur dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Menurut Anam, hukuman mati yang digunakan dalam sanksi pidana tidak akan membuat kejahatan berhenti.
"Nah ini, kalau Komnas HAM tidak kompromi soal ketentuan penerapan hukuman mati. Kenapa kami berseberangan, karena pada praktiknya hukuman mati tidak menimbulkan efek jera," ujar Anam dalam diskusi terkait RKHUP di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (3/9/2019).
Baca juga: 5 Masalah RKUHP, dari Penerapan Hukuman Mati hingga Warisan Kolonial
Pasal 98 draf terbaru RKUHP menyatakan, pidana mati dijatuhkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dan mengayomi masyarakat.
Kemudian Pasal 100 ayat (1) mengatur hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun.
Masa percobaan dapat diputuskan hakim jika terdakwa menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki, peran terdakwa dalam tindak pidana tidak terlalu penting atau adanya alasan yang meringankan.
Baca juga: Penerapan Hukuman Mati pada RKUHP Tuai Kritik
Menurut Anam, ketentuan penerapan hukuman mati dalam RKUHP tidak juga menimbulkan pengurangan kejahatan.
"Ini juga bertentangan dengan paradigma melawan kejahatan ya bukan dengan cara melakukan pelanggaran. Itu paradigma yang dibangun dalam konteks hukuman mati," papar Anam.
Ketentuan pidana mati dalam RKUHP, kata Anam, dinilai bertentangan dengan sejumlah ketentuan HAM internasional.
Baca juga: Ketentuan yang Dipertahankan di RKUHP, Termasuk Hukuman Mati dan Penghinaan Presiden
Apalagi, Indonesia sudah meratifikasi konvenan internasional tentang hak sipil dan politik.
Ia menyebutkan, dalam konvenan tersebut dinyatakan bahwa hak hidup merupakan hak asasi manusia yang tidak bisa dikurangi.
"Kemudian Indonesia juga meratifikasinya melalui Undang-undang No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights," pungkas Anam.