Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengibar Bendera Bintang Kejora Termasuk Makar? Ini Menurut Komnas HAM

Kompas.com - 02/09/2019, 20:23 WIB
Kristian Erdianto,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi akhirnya menangkap sekaligus menetapkan tersangka terhadap peristiwa pengibaran bendera Bintang Kejora di seberang Istana Merdeka, Rabu (28/8/2019) lalu.

Menurut polisi, pengibaran bendera yang mereka lakukan layak disangka hendak melakukan makar sesuai dengan Pasal 106 dan 110 KUHP.

Namun, penetapan tersangka itu justru memicu kritik dari sejumlah organisasi pemerhati hukum dan hak asasi manusia (HAM).

Muncul pertanyaan dari mereka, apakah pengibaran bendera Bintang Kejora dapat dikategorikan sebagai tindakan makar?

Apakah berdasarkan undang-undang, bendera Bintang Kejora merupakan simbol yang dilarang karena lekat dengan organisasi Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP)?

Baca juga: Seorang Pemotor Dihentikan TNI karena Bawa Tas Bermotif Bendera Bintang Kejora

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengakui, penggunaan bendera Bintang Kejora memang masih menjadi perdebatan.

"Pasal 2 (UU Otsus Papua) mengatakan bahwa memang Papua itu memiliki kekhususan untuk menggunakan lambang daerahnya yang kita sebut sebagai lambang sosial budaya," ujar Taufan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/9/2019).

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua) tertulis bahwa Provinsi Papua dapat memiliki lambang daerah sebagai panji kebesaran dan simbol kultural bagi kemegahan jati diri orang Papua dalam bentuk bendera daerah dan lagu daerah yang tidak diposisikan sebagai simbol kedaulatan.

Meski tidak ditulis jelas apa panji kebesaran atau simbol kultural yang dimaksud, menurut Taufan, boleh-boleh saja bendera Bintang Kejora dapat dikategorikan sebagai simbol kultural masyarakat Papua.

Baca juga: 8 Orang Ditangkap Terkait Pengibaran Bendera Bintang Kejora Depan Istana Negara

Di sisi lain, lanjut Taufan, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah.

Pasal 6 ayat (4) PP tersebut menyatakan, desain logo dan bendera daerah tidak boleh mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan desain logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi/perkumpulan/ lembaga/gerakan separatis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Memang ada perdebatan. Dulu di zaman Pak SBY ada PP yang mengatakan tidak boleh menggunakan simbol yang sama dengan organisasi yang dilarang," kata Taufan.

Meski demikian, Taufan berpendapat, aparat penegak hukum sebaiknya tidak mengesampingkan aspek yang tercantum dalam Pasal 2 UU Otsus Papua.

Ia menekankan pentingnya bagi polisi untuk mempertimbangkan ketentuan Pasal 2 Otsus Papua terkait kasus pengibaran bendera Bintang Kejora.

"Tapi kita minta supaya polisi transparan dalam proses penegakan hukumnya. Polisi memang punya wewenang untuk penegakan hukum. Tapi kita juga mempertanyakan apa polisi tidak lihat ada pasal 2 itu dan mempertimbangkan aspeknya?" ucap Taufan.

Baca juga: Polisi Klaim Penangkapan Pelaku Pengibar Bendera Bintang Kejora Sesuai Prosedur

Senada dengan Komnas HAM, Deputi Direktur Advokasi ELSAM Andi Muttaqien mengatakan, pengibaran bendera Bintang Kejora belum dapat dikatakan adanya upaya makar.

Sebab bendera tersebut merupakan bagian dari kultur masyarakat Papua.

"Bendera Bintang Kejora adalah simbol yang sudah menjadi kultur bagi masyarakat Papua. Demonstrasi dengan menggunakan bendera Bintang Kejora adalah sebuah ekspresi kultural, sehingga tidak dapat dikatakan adanya makar," ujar Andi melalui keterangan tertulisnya, Senin (2/9/2019).

Selain itu, tindakan perubahan ketatanegaraan termasuk permintaan referendum juga semestinya tidak dapat dijerat pasal makar.

Andi menjelaskan, biasanya penerapan pasal 106 KUHP dikaitkan dengan Pasal 110 tentang permufakatan jahat untuk melakukan makar.

"Namun yang menarik adalah dalam ketentuan pasal 110 ayat (4) KUHP disebutkan bahwa, tidak dipidana barang siapa yang ternyata bermaksud hanya mempersiapkan atau memperlancar perubahan ketatanegaraan dalam artian umum," kata Andi. 

 

Kompas TV Polisi menangkap 8 orang yang diduga mengibarkan bendera bintang kejora saat menggelar aksi di depan Istana Negara Rabu (28/9/2019) lalu. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan dari hasil pemeriksaan kedelapan orang yang ditangkap telah ditetapkan sebagai tersangka. Delapan orang tersebut ditangkap di tempat yang berbeda. Argo menyebut penyidik Polda Metro Jaya telah mengumpulkan sejumlah alat bukti berupa foto dan rekaman kamera pemantau. Putri presiden ke-4 Indonesia yang juga Direktur The Wahid Institute Yenny Wahid menyoroti Polda Metro Jaya atas penetapan 8 tersangka pengibaran bendera bintang kejora. Menurut Yenny sebaiknya polisi lebih mengedepankan pendekatan persuasif untuk merangkul sebagian warga Papua yang menurut Yenny Wahid kini tengah marah. #YennyWahid #PengibaranBenderaBintangKejora #Istana
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com