JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri Dodi Riyadmaji mengatakan, skema pelaksanaan pemilu serentak bisa saja diubah.
"Mungkin saja (diubah). Cuma pendekatannya dengan Mahkamah Konstitusi (MK) seperti apa," ujar Dodi di Gedung LIPI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (28/8/2019).
Pernyataan ini merujuk pada survei yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), baru-baru ini. Peneliti LIPI menyebut, sebagian besar responden kesulitan dalam mencoblos sehingga survei merekomendasikan format pemilu selanjutnya tidak lagi serentak.
Baca juga: Survei LIPI: 74 Persen Masyarakat Kesulitan Pemilu Serentak
Pelaksanaan pemilu serentak 2019 sendiri mengacu pada putusan MK pada tahun 2014 lalu yang membatalkan Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang mengatur pelaksanaan Pilpres tiga bulan setelah pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg).
Dari hasil putusan tersebut, secara teknis pelaksanaan pemilu menjadi lima kotak, yakni kotak kesatu adalah kotak DPR, kotak kedua adalah kotak DPD, kotak tiga adalah presiden dan wakil presiden, kotak empat adalah DPRD provinsi, dan kotak kelima adalah DPRD kabupaten/kota.
Putusan MK tersebut berdasarkan permohonan kasasi yang diajukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk pemilu serentak.
Baca juga: Survei LIPI: 82 Persen Elite dan Tokoh Setuju Pemilu Serentak Diubah
Kemudian putusan tersebut diadopsi ke dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan menjadi dasar hukum pelaksanaan Pemilu serentak 2019.
Dodi mengatakan, jika skema pemilu serentak diubah kembali, maka harus ada revisi yang akan memakan waktu.
"Karena biasanya kalau itu sudah keputusan MK, kita minta revisinya kan prosedurnya seperti revisi UU karena keputusan MK setara dengan UU," kata dia.
Oleh karena itu, menurut Dodi hasil dari survei yang dilakukan LIPI termasuk rekomendasinya itu merupakan masukan bagi pihaknya.
Terlebih hasil survei tersebut menunjukkan gambaran pelaksanaan pemilu serentak 2019 yang diperoleh para responden.
Diberitakan, survei nasional yang dilakukan LIPI menyebutkan, pelaksanaan pemilihan umum ( pemilu) serentak 2019 dianggap menyulitkan masyarakat.
Baca juga: KPU dan DPR Janji Evaluasi Pemilu Serentak yang Tewaskan Ratusan Petugas KPPS
Ada 74 persen responden survei publik dan 86 persen responden survei tokoh yang menyatakan bahwa pemilu serentak 2019 telah menyulitkan pemilih.
Ketua Tim Survei Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI Wawan Ichwanuddin mengatakan, para pemilih dipusingkan dengan hal-hal teknis karena surat suara yang harus dicoblos banyak.
"Alih-alih bisa memilih secara rasional kandidat yang akan memimpin negara dan mewakili di parlemen, mereka malah pusing," kata Wawan dalam rilis hasil survei nasional Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Indonesia di Gedung LIPI, Rabu (28/8/2019).
Survei P2P LIPI ini menjaring 1.500 responden dari 34 provinsi dengan margin of error 2,53 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Pengumpulan data atas survei ini dilakukan pada 27 April hingga 5 Mei 2019 untuk survei publik dan 27 Juni sampai 8 Agustus 2019 untuk survei tokoh.