Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei LIPI: 74 Persen Masyarakat Kesulitan Pemilu Serentak

Kompas.com - 28/08/2019, 19:48 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dari hasil survei nasional yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) serentak 2019 dianggap menyulitkan masyarakat.

Ada 74 persen responden survei publik dan 86 persen responden survei tokoh yang menyatakan bahwa pemilu serentak 2019 telah menyulitkan pemilih.

Ketua Tim Survei Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI Wawan Ichwanuddin mengatakan, para pemilih dipusingkan dengan hal-hal teknis karena surat suara yang harus dicoblos banyak.

"Alih-alih bisa memilih secara rasional kandidat yang akan memimpin negara dan mewakili di parlemen, mereka malah pusing," kata Wawan dalam rilis hasil survei nasional Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Indonesia di Gedung LIPI, Rabu (28/8/2019).

Baca juga: Survei LIPI: 82 Persen Elite dan Tokoh Setuju Pemilu Serentak Diubah

Peneliti Senior LIPI Sjamsuddin Haris mengatakan, agar pemilu serentak ke depannya tidak merepotkan, LIPI merekomendasikan pemilu serentak yang dilakukan secara nasional dan lokal.

Sebab, dari hasil survei, ada 34,7 persen responden yang menginginkan pemilu dilakukan terpisah antara tingkat nasional dan lokal.

"Pemilu serentak, kalau di LIPI sebetulnya sudah punya skema pemilu serentak yang berbeda dengan skema pemilu yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Sjamsuddin.

"Yang diputuskan MK dan diadopsi UU Nomor 7 Tahun 2017 adalah pemilu serentak 5 kotak. Namun, yang kami rekomendasikan adalah suatu pemilu serentak yang memisahkan pemilu serentak nasional dan lokal," papar dia.

Pemilu serentak nasional yang dimaksud yakni pemilu presiden, DPR, dan DPD.

Sementara itu, pemilu serentak lokal adalah pemilu kepala daerah dan DPRD yang dilaksanakan 30 bulan setelah pemilu serentak nasional.

"Jadi dalam skema kami, pilkada jadi bagian pemilu serentak lokal. Walaupun pemerintah mengagendakan tahun 2024 pilkada serentak nasional bersamaan dengan pemilu serentak, skema sekarang dilakukan nasional juga," kata dia.

Baca juga: Kampanye Pemilu 2019 Ramai Hoaks, KPU Diminta Detailkan Aturan

Namun, pihaknya ragu pemerintah bisa melakukan perbaikan atau perubahan pemilu dengan waktu yang tersisa saat ini.

Terlebih, tahun depan sudah direncanakan pilkada serentak lagi di 270 daerah.

"Bagi saya, yang penting bukan hanya skema pemilu serentak tapi sistem pemilihan legilatif dan pemilu presiden karena sistem tersebut juga menjadi faktor utama meluas dan masifnya politik uang," ucap dia. 

Survei P2P LIPI ini menjaring 1.500 responden dari 34 provinsi dengan margin of error 2,53 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Pengumpulan data atas survei ini dilakukan pada 27 April hingga 5 Mei 2019 untuk survei publik dan 27 Juni sampai 8 Agustus 2019 untuk survei tokoh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com