Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi Penanganan Flu Burung, Dirut PT CPC Didakwa Rugikan Negara Rp 12,3 Miliar

Kompas.com - 08/08/2019, 23:05 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Cahaya Prima Cemerlang (CPC) Freddy Lumban Tobing, didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 12,33 miliar, dalam pengadaan Reagents dan Consumables penanganan virus flu burung dari DIPA APBN P Tahun Anggaran 2007 pada Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medis Kementerian Kesehatan.

Hal itu disampaikan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ronald Worotikan saat membacakan surat dakwaan Freddy di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (8/8/2019).

"Sebagaimana laporan hasil audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara dalam pengadaan Reagents dan Consumables penanganan virus flu burung yang tertuang dalam Surat Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Deputi Bidang Investigasi, Nomor: SR-548/D6/1/2012 tanggal 8 Juni 2012," kata jaksa.

Sebab, Freddy dianggap memperkaya diri Rp 10,86 miliar dan korporasi PT Kimia Farma Trading Distribution (KFTD) sebesar Rp 1,46 miliar dari pengadaan tersebut.

Menurut jaksa, Freddy bersama Direktur Bina Pelayanan Medis Dasar Ratna Dewi Umar, Menteri Kesehatan saat itu Siti Fadillah Supari dan Direktur Trading PT KFTD Tatat Rahmita mengatur sedemikian rupa proses pengadaan Reagents dan Consumables tersebut.

Pengaturan itu agar KTFD yang sebelumnya sepakat menyerahkan pelaksanaan pekerjaan tersebut kepada PT CPC untuk ditetapkan menjadi penyedia barang dan jasa.

"Dengan cara mempengaruhi panitia pengadaan dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), spesifikasi teknis barang, daftar barang dan jumlah barang berdasarkan data yang berasal dari PT CPC dengan spesifikasi yang mengarah pada merk atau produk perusahaan tertentu sesuai keinginan PT CPC," kata jaksa.

Baca juga: KPK Minta Kemenkes Perhatikan 4 Hal untuk Cegah Korupsi Alkes

Pada September 2007, Direktorat Bina Pelayanan Medis Dasar mendapatkan tambahan alokasi dana APBN-P 2007 sebesar Rp 30 miliar untuk kegiatan pengadaan tersebut.

Atas tambahan alokasi dana tersebut, Ratna mengajukan term of references (ToR) sebagai bahan acuan dalam membahas revisi DIPA dengan pihak Direktorat Jenderal Anggaran pada Kementerian Keuangan.

Akan tetapi, ToR tersebut disusun berdasarkan data yang diperoleh dari Freddy selaku Direktur Utama PT CPC. Sehingga spesifikasi alat kesehatan mengarah kepada sejumlah produk Reagents dan Consumables dari PT CPC selaku subdistributor PT Elo Karsa Utama (EKU).

Terdakwa Ratna Dewi Umar mendengarkan kesaksian dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, (3/6/2013). Tiga saksi, Tatan Saefuddin, Hilman Hamid dan Usman Ali yang berperan sebagai panitia pengadaan alat kesehatan penanggulangan flu burung tahun 2006 dihadirkan jaksa penuntut umum untuk bersaksi atas dugaan korupsi yang merugikan negara sekitar Rp 12 miliar.  KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Terdakwa Ratna Dewi Umar mendengarkan kesaksian dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, (3/6/2013). Tiga saksi, Tatan Saefuddin, Hilman Hamid dan Usman Ali yang berperan sebagai panitia pengadaan alat kesehatan penanggulangan flu burung tahun 2006 dihadirkan jaksa penuntut umum untuk bersaksi atas dugaan korupsi yang merugikan negara sekitar Rp 12 miliar.
Setelah adanya revisi DIPA di bulan Oktober 2007, Ratna meminta arahan Siti Fadilah dalam pengadaan tersebut. Siti kemudian memerintahkan Ratna agar pengadaan menggunakan metode penunjukkan langsung dan nantinya dikerjakan oleh Tatat dari PT KFTD.

Atas perintah Siti, Ratna kemudian memanggil Thomas Patria, Jatmiko, Usman Ali dan Bulan Rachmadi selaku panitia pengadaan ke ruang kerjanya.

Ratna memerintahkan mereka melakukan penunjukkan langsung terhadap PT KTFD dengan alasan keadaan luar biasa wabah Flu Burung. Kemudian, surat rekomendasi penunjukkan dibuat tanggal mundur.

Menurut jaksa, apabila diberikan pada tanggal sebenarnya yaitu sekitar bulan November 2007, kegiatan pengadaan tidak akan bisa dilakukan karena sudah mendekati batas tahun anggaran 2007.

"Bulan November 2007, panitia pengadaan melakukan negosiasi atas harga penawaran PT KFTD. Namun yang melakukan negosiasi harga bukanlah perwakilan dari PT KFTD, melainkan Freddy," kata jaksa.

Panitia pengadaan menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) berdasarkan informasi dari Freddy, yaitu sekitar Rp 29,8 miliar. Freddy memberikan pemotongan harga menjadi Rp 29,3 miliar yang kemudian dipertimbangkan oleh panitia pengadaan.

Baca juga: Pengusaha Didakwa Perkaya Diri Rp 10,8 Miliar dalam Dugaan Korupsi Penanganan Flu Burung

Hingga akhirnya, tanggal 19 Desember 2007 telah dilakukan pembayaran kepada PT KFTD atas kontrak pengadaan itu sebesar Rp 26,3 miliar.

"Setelah menerima pembayaran dari Departemen Kesehatan RI, selanjutnya PT KFTD melakukan pembayaran atas pembelian Reagents dan Consumables kepada PT CPC. Atas pembayaran tersebut PT KFTD mendapatkan management fee sejumlah Rp 1.469.509.849," ujar dia.

Setelah PT CPC menerima pembayaran dari PT KFTD, PT CPC selaku subdistributor PT EKU melakukan pembayaran harga Reagents dan Consumables kepada PT EKU sejumlah Rp 14,38 miliar.

"Uang yang dinikmati oleh Terdakwa selaku Direktur Utama PT CPC sejumlah Rp 10.861.961.060," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com