Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/08/2019, 12:35 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Utama (Dirut) Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Keduanya ditahan terkait kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC pada PT Garuda Indonesia Tbk.

Tak hanya itu, Emirsyah dan Soetikno ditetapkan sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Baca juga: Emirsyah Satar Diduga Terima Pelicin dari Banyak Pihak, Ini Data KPK

Rompi tahanan oranye pun dikenakan Emirsyah dan Soetikno kala keluar dari Gedung KPK. Keduanya ke luar terpisah. 

Soetikno ke luar terlebih dahulu sekitar pukul 17.30 WIB, kemudian Emirsyah keluar pukul 17.55 WIB. 

"ESA (Emirsyah Satar) ditahan di Rutan C1, SS (Soetikno Soedarjo) ditahan di rutan guntur," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Yuyuk Adrianti lewat keterangan tertulisnya, Rabu (7/8/2019).

Dalam kasus ini, Emirsyah diduga menerima suap dari Soetikno terkait pengadaan pesawat Airbus SAS dan mesin pesawat Rolls-Royce untuk PT Garuda Indonesia.

Diduga, Soetikno berperan sebagai perantara pemberian suap. 

KPK menduga Soetikno memberikan uang kepada Emirsyah sebesar 1,2 juta euro dan 180.000 dollar AS atau setara Rp 20 miliar.

Emirsyah juga diduga menerima suap dalam bentuk barang senilai 2 juta dollar AS yang tersebar di Indonesia dan Singapura.

Baca juga: Rabu Ini, KPK Periksa Perantara Suap Emirsyah Satar

Selain menahan Emirsyah dan Soetikno, KPK menetapkan tersangka baru di kasus tersebut, yakni Hadinoto Soedigno (HDS).

Adapun Hadinoto merupakan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia Tbk tahun 2007-2012.

Dicegah ke luar negeri

KPK telah mencegah Hadinoto ke luar negeri. Pencegahan berlaku sejak 2 Agustus 2019 hingga enam bulan ke depan.

"Tersangka HDS (Hadinoto Soedigno) sudah dicegah ke luar negeri. Pencegahan berlaku dimulai 2 Agustus 2019 hingga 6 bulan ke depan," ujar Yayuk.

Dalam kasus ini yang melibatkan Hadinoto, KPK merinci dugaan suap didapat para tersangka terdahulu, termasuk Emirsyah dan Soetikno, melalui empat pabrikan pesawat sepanjang 2008-2013: Rolls Royce, Airbus S.A.S, perusahaan Avions de Transport Regional (ATR), dan pabrikan Aerospace Commercial Aircraft.

"SS selanjutnya memberikan sebagian dari komisi kepada ESA dan HDS (Hadinoto Soedigno) sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan," ujar Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (7/8/2019).

"SS diduga memberi 2,3 juta dollar AS dan 477.000 Euro yang dikirim ke rekening HDS di Singapura," kata Laode. 

Baca juga: Emirsyah Satar Akui Terima Uang, tetapi Bukan Suap

Adapun Hadinoto diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Kasus TPPU

Kasus yang melibatkan Emirsyah dan Soetikno berlanjut ke babak baru setelah KPK menetapkan keduanya sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).

KPK menetapkan keduanya jadi tersangka TPPU berdasarkan fakta-fakta baru yang signifikan. Penyidikan terhadap kasus TPPU itu pun sudah dilakukan sejak 1 Agustus 2019

"Untuk ESA, SS diduga memberi Rp 5,79 miliar untuk pembayaran rumah beralamat di Pondok Indah, 680.000 dollar AS dan 1,02 juta euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik ESA di Singapura, dan 1,2 juta dollar Singapura untuk pelunasan Apartemen milik ESA di Singapura," papar Laode.

Baca juga: Kasus Suap Garuda Indonesia, KPK Cegah Eks Direktur ke Luar Negeri

 

Sementara itu, untuk Hadinoto, Soetikno diduga memberi uang sejumlah 2,3 juta dollar AS dan 477.000 euro. 

Atas perbuatannya, Emirsyah dan Soetikno diduga melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Fakta baru

Laode juga menyampaikan, selama proses penyidikan kasus suap Garuda, KPK menemukan fakta-fakta yang signifikan bahwa uang suap yang diberikan Soetikno kepada Satar dan Hadinoto tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce.

"Akan tetapi, (suap), itu berasal dari pihak pabrikan lain yang juga mendapatkan kontrak dengan PT Garuda Indonesia," kata Laode.

KPK berhasil menemukan fakta ada empat kontrak lainnya yang diduga menghasilkan suap bagi Emirsyah, yakni Kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls-Royce.

Kemudian, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR), dan kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.

"Selaku konsultan bisnis atau komersial dari Rolls Royce, Airbus dan ATR, SS (Soetikno Soedarjo) diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut," ucap Laode.

Baca juga: Alasan KPK Tetapkan Eks Dirut Garuda dan Pengusaha Jadi Tersangka TPPU

Soetikno juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.

Pembayaran komisi tersebut diduga terkait dengan keberhasilan Soetikno dalam membantu tercapainya kontrak antara PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan empat pabrikan tersebut.

Soetikno selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada Satar dan Hadinoto sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan.

Dalam pengembangan kasus ini, lanjut Laode, diduga juga ada keterlibatan beberapa pabrikan asing yang perusahaan induknya ada di negara yang berbeda-beda.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Tanggal 2 Juni Memperingati Hari Apa?

Tanggal 2 Juni Memperingati Hari Apa?

Nasional
Hasil Sidang Etik: Polri Pecat Irjen Teddy Minahasa

Hasil Sidang Etik: Polri Pecat Irjen Teddy Minahasa

Nasional
ICW dkk Akan Surati Ketua MK soal KPU Beri Pengecualian Eks Terpidana Jadi Caleg

ICW dkk Akan Surati Ketua MK soal KPU Beri Pengecualian Eks Terpidana Jadi Caleg

Nasional
Ketika Anies Singgung Pihak yang Berkuasa untuk Selesaikan Tugasnya...

Ketika Anies Singgung Pihak yang Berkuasa untuk Selesaikan Tugasnya...

Nasional
Pengamat Sebut Video Ancaman KKB Tembak Pilot Susi Air sebagai Dampak Operasi Psikologis Pemerintah

Pengamat Sebut Video Ancaman KKB Tembak Pilot Susi Air sebagai Dampak Operasi Psikologis Pemerintah

Nasional
Paspor 8 WNI Korban Perusahaan 'Online Scam' di Laos Sudah Dikembalikan

Paspor 8 WNI Korban Perusahaan "Online Scam" di Laos Sudah Dikembalikan

Nasional
Soal Informasi MK Putuskan Proporsional Tertutup, Anggota DPR Singgung Kewenangan 'Budgeting'

Soal Informasi MK Putuskan Proporsional Tertutup, Anggota DPR Singgung Kewenangan "Budgeting"

Nasional
Jokowi Disebut Harap Presiden Selanjutnya Lakukan Percepatan dan Bukan Perubahan

Jokowi Disebut Harap Presiden Selanjutnya Lakukan Percepatan dan Bukan Perubahan

Nasional
BPDPKS Gelar Audiensi dengan Gapki, Bahas Riset dan Pengembangan Industri Kelapa Sawit

BPDPKS Gelar Audiensi dengan Gapki, Bahas Riset dan Pengembangan Industri Kelapa Sawit

Nasional
Kejagung Periksa Pejabat Antam dan Bea Cukai Terkait Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Periksa Pejabat Antam dan Bea Cukai Terkait Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
Wapres Sebut Prestasi Olahraga Indonesia Meningkat, tapi Belum Puas

Wapres Sebut Prestasi Olahraga Indonesia Meningkat, tapi Belum Puas

Nasional
Tolak Jelaskan Pemberhentian Endar Priantoro ke Ombudsman, KPK: Itu Wewenang PTUN

Tolak Jelaskan Pemberhentian Endar Priantoro ke Ombudsman, KPK: Itu Wewenang PTUN

Nasional
Jokowi Harap Presiden Setelahnya Kejar Target Indonesia Jadi Negara Maju

Jokowi Harap Presiden Setelahnya Kejar Target Indonesia Jadi Negara Maju

Nasional
Cawe-cawe Jokowi Disebut Demi Kelanjutan Program Strategis Nasional

Cawe-cawe Jokowi Disebut Demi Kelanjutan Program Strategis Nasional

Nasional
Janji Jokowi Cawe-cawe Jelang Pemilu Tanpa Kerahkan Militer dan Polisi

Janji Jokowi Cawe-cawe Jelang Pemilu Tanpa Kerahkan Militer dan Polisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com