Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Abraham Samad soal "Sarapan Pagi" Penyidik hingga Cara Selamatkan KPK

Kompas.com - 08/08/2019, 10:01 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

Tidak hanya itu, menurut dia, tracking terhadap rekam jejak capim KPK juga sangat dibutuhkan dari lembaga-lembaga pemerintah resmi.

Masyarakat bahkan seharusnya ikut dilibatkan untuk menilai para capim KPK tersebut. Hal itu, kata dia, dilakukannya saat ia mengikuti tes capim KPK beberapa tahun lalu.

Baca juga: Irjen Firli, Capim KPK yang Punya Harta Lebih dari Rp 18 Miliar

Hasil tracking tersebut kemudian digabungkan dengan psikotes dan profile assesment sehingga akan terlihat secara utuh apakah orang bersangkutan masuk integritas paripurna atau tidak.

"Ini harus dikuliti satu per satu, tapi pansel tidak melihat itu sebagai suatu hal penilaian untuk meloloskannya atau tidak," kata dia.

"Kalau pansel tidak berhasil, ujung-ujungnya skenario besar untuk lemahkan dan rontokkan KPK. Konsekuensinya tidak ada lagi yang bisa diharapkan dan perlindungan dari KPK," pungkas dia.

Baca juga: PPATK Siap Telusuri Rekam Jejak Keuangan 40 Capim KPK

Sebab menurut dia, seleksi capim KPK saat ini akan menentukan mereka yang terpilih dapat menjamin kelangsungan perlindungan terhadap para pegawai KPK.

"Sarapan pagi"

Bukan rahasia jika para pegawai dan penyidik KPK mendapat intimidasi atau teror dari pihak luar. Terutama yang berkaitan dengan kasus-kasus yang tengah ditangani KPK.

Samad mengungkapkan intimidasi terhadap para pegawai KPK sudah terjadi sejak sebelum ia menjabat di lembaga antirasuah itu.

Teror dan intimidasi terhadap para pegawai KPK yang tak ditemukan pelakunya, menyebabkan hal tersebut terus berulang.

Baca juga: BIN Akan Berikan Data Obyektif Terkait Rekam Jejak Capim KPK

Saat ia masih menjabat, kata dia, intimidasi terhadap para pegawai KPK diistilahkan sebagai sarapan pagi.

Bahkan mereka sudah kebal dan tidak peduli lagi atas intimidasi dan ancaman yang diterima oleh mereka.

Sebagian Tim Penyidik KPK membawa Kepala Dinas PUPR Kota Tasikmalaya Adang Mulyana, ke mobil KPK, Rabu (24/4/2019). KOMPAS.com/IRWAN NUGRAHA Sebagian Tim Penyidik KPK membawa Kepala Dinas PUPR Kota Tasikmalaya Adang Mulyana, ke mobil KPK, Rabu (24/4/2019).

Samad bercerita, saat Busyro Muqoddas akan memberikan jabatan Ketua KPK kepadanya, dia mendapatkan informasi bahwa ada pegawai KPK yang ditabrak hingga kakinya cedera.

"Tapi sampai saya keluar KPK, itu tidak terungkap. Saya bilang, kalau pelaku terhadap pegawai KPK tidak pernah ditemukan, maka teror itu akan terus berulang," kata dia.

Baca juga: Jokowi Diminta Evaluasi Kinerja Pansel Capim KPK

Menurut dia, adanya intimidasi dan teror tersebut sangat berkaitan dengan pimpinan KPK.

Dengan demikian, sangat penting calon pimpinan KPK dapat melindungi para pegawainya, termasuk pegiat antikorupsi.

Namun menurut dia, yang paling penting adalah seleksi calon pimpinan KPK yang saat ini sedang dilaksanakan harus diawasi oleh semua pihak.

"Ini harus jadi perhatian serius dari pemimpin negara. Bukan intervensi tapi mengarahkan penegakkan hukum secara adil," kata dia.

Baca juga: Ini Capim KPK yang Memiliki Kekayaan Rp 1 hingga 10 Miliar

Adapun jumlah 40 orang yang lolos sebagai kandidat capim KPK tersebut dipilih dari 104 orang yang mengikuti seleksi.

Halaman:


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com