Salin Artikel

Cerita Abraham Samad soal "Sarapan Pagi" Penyidik hingga Cara Selamatkan KPK

Dalam proses seleksinya, pansel capim KPK mendapat banyak sorotan. Selain dari masyarakat dan penggiat antikorupsi, para mantan pimpinan KPK pun ikut bersuara.

Sorotan tersebut di antaranya karena pansel capim KPK meloloskan nama-nama kandidat yang dianggap memiliki rekam jejak buruk.

Sejauh ini terdapat 40 nama kandidat capim KPK yang lolos psikotes. Di antara 40 nama itu, terdapat beberapa nama yang pernah bersentuhan dengan KPK.

Mereka adalah Irjen Firli Bahuri, Irjen Antam Novambar, dan Irjen Dharma Pongrekun.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, pihaknya pernah melaporkan Irjen Firli Bahuri yang merupakan mantan Deputi Penindakan KPK atas dugaan pelanggaran etik.

Diduga, Firli bertemu dengan salah satu kepala daerah yang kasusnya sedang  ditangani KPK.

Kemudian Antam Novambar, yang dari catatan ICW dalam sebuah investigasi media diduga mengintimidasi mantan Direktur Penyidikan KPK Endang Tarsa.

Antam diduga meminta Endang menjadi saksi meringankan di sidang praperadilan Komjen Budi Gunawan yang saat itu ditetapkan sebagai tersangka dugaan kepemilikan rekening gendut.

Sementara itu, Dharna Pongrekun sempat menandatangani surat pemanggilan untuk penyidik KPK Novel Baswedan terkait dugaan penganiayaan berat terhadap pelaku pencurian sarang burung walet di Bengkulu tahun 2014.

Melihat fakta-fakta tersebut, bagaimana tanggapan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015, Abraham Samad terkait hal ini?

"Kita bisa temukan (Ketua KPK yang baik) kalau orang yang menemukannya jujur dan harus menggunakan mekanisme rekrutmen secara benar dan tepat," ujar Abraham Samad dalam diskusi media ICW bertajuk 'Menakar Agenda Calon Pimpinan KPK dalam Melindungi Pegawai KPK dan Pegiat Antikorupsi' di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (7/8/2019).

Menurut dia, seleksi fisik dan tes untuk menemukan pimpinan KPK sangat penting.

Semasa ia mengikuti seleksi pimpinan KPK pada tahun 2011 lalu, ia mengikuti berbagai proses mulai dari tes fisik hingga psikotes.

Seleksi fisik dan psikotes itu, kata dia, akan memperlihatkan gambaran utuh seseorang, apakah orang tersebut punya integritas paripurna atau tidak.

"Kita mengabaikan itu karena sudah punya niat untuk memasukan orang tertentu (ke KPK). Kalau pansel jujur, maka kita akan temukan 10 orang yang punya integritas paripurna," tegas dia.

"Kenapa tidak ketemu (orang jujur)? Karena tidak menggunakan mekanisme secara benar dan tepat. Sudah ada (mekanismenya), tinggal mau pakai atau nggak," lanjut dia.

Jika pansel capim KPK saat ini gagal menemukan orang-orang yang sejak awal tak punya keberpihakan dan komitmen kuat terhadap pemberantasan korupsi, maka menurut dia akan membahayakan.

"Kalau pansel jujur dan mekanismenya benar, maka akan menemukan orang-orang itu. Sebab psikotes dan profile assesment akan gambarkan karakter sesungguhnya," kata dia.

Tidak hanya itu, menurut dia, tracking terhadap rekam jejak capim KPK juga sangat dibutuhkan dari lembaga-lembaga pemerintah resmi.

Masyarakat bahkan seharusnya ikut dilibatkan untuk menilai para capim KPK tersebut. Hal itu, kata dia, dilakukannya saat ia mengikuti tes capim KPK beberapa tahun lalu.

Hasil tracking tersebut kemudian digabungkan dengan psikotes dan profile assesment sehingga akan terlihat secara utuh apakah orang bersangkutan masuk integritas paripurna atau tidak.

"Ini harus dikuliti satu per satu, tapi pansel tidak melihat itu sebagai suatu hal penilaian untuk meloloskannya atau tidak," kata dia.

"Kalau pansel tidak berhasil, ujung-ujungnya skenario besar untuk lemahkan dan rontokkan KPK. Konsekuensinya tidak ada lagi yang bisa diharapkan dan perlindungan dari KPK," pungkas dia.

Sebab menurut dia, seleksi capim KPK saat ini akan menentukan mereka yang terpilih dapat menjamin kelangsungan perlindungan terhadap para pegawai KPK.

"Sarapan pagi"

Bukan rahasia jika para pegawai dan penyidik KPK mendapat intimidasi atau teror dari pihak luar. Terutama yang berkaitan dengan kasus-kasus yang tengah ditangani KPK.

Samad mengungkapkan intimidasi terhadap para pegawai KPK sudah terjadi sejak sebelum ia menjabat di lembaga antirasuah itu.

Teror dan intimidasi terhadap para pegawai KPK yang tak ditemukan pelakunya, menyebabkan hal tersebut terus berulang.

Saat ia masih menjabat, kata dia, intimidasi terhadap para pegawai KPK diistilahkan sebagai sarapan pagi.

Bahkan mereka sudah kebal dan tidak peduli lagi atas intimidasi dan ancaman yang diterima oleh mereka.

Samad bercerita, saat Busyro Muqoddas akan memberikan jabatan Ketua KPK kepadanya, dia mendapatkan informasi bahwa ada pegawai KPK yang ditabrak hingga kakinya cedera.

"Tapi sampai saya keluar KPK, itu tidak terungkap. Saya bilang, kalau pelaku terhadap pegawai KPK tidak pernah ditemukan, maka teror itu akan terus berulang," kata dia.

Menurut dia, adanya intimidasi dan teror tersebut sangat berkaitan dengan pimpinan KPK.

Dengan demikian, sangat penting calon pimpinan KPK dapat melindungi para pegawainya, termasuk pegiat antikorupsi.

Namun menurut dia, yang paling penting adalah seleksi calon pimpinan KPK yang saat ini sedang dilaksanakan harus diawasi oleh semua pihak.

"Ini harus jadi perhatian serius dari pemimpin negara. Bukan intervensi tapi mengarahkan penegakkan hukum secara adil," kata dia.

Adapun jumlah 40 orang yang lolos sebagai kandidat capim KPK tersebut dipilih dari 104 orang yang mengikuti seleksi.

Jumlah tersebut berasal dari berbagai latar belakang profesi, antara lain akademisi 7 orang, advokat 2 orang, jaksa 3 orang, mantan jaksa 1 orang, dan hakim 1 orang.

Kemudian, ada sebanyak 6 orang dari anggota Polri, 5 orang komisioner dan pegawai KPK, 4 orang auditor, 1 orang komisi kejaksaan, 4 orang PNS, 1 orang pensiunan PNS, dan latar belakang lainnya sebanyak 5 orang.

Dua Cara Hancurkan KPK

Bermula dari proses seleksi capimnya, Samad khawatir ada orang-orang yang ingin merusak dan melemahkan KPK.

Sebab menurut dia, ada dua cara yang bisa dilakukan untuk menghancurkan dan melemahkan KPK.

Kedua cara menghancurkan KPK yang dimaksud Samad adalah dari faktor eksternal dan internal KPK itu sendiri.

"Eksternal mudah dilihat. Semua orang bisa lihat. Itu bisa dilawan dan dihadapi. Kalau ancaman dari dalam, inu tang tidak kelihatan dan bahaya," ujar dia.

Menurut dia, hal-hal yang dapat menghancurkan KPK dari faktor internal adalah adanya kepentingan-kepentingan luar yang seharusnya tidak masuk ke KPK, malah muncul lewat orang-orang tertentu.

"Jangan heran kalau situasi KPK sekarang memprihatinkan," lanjut dia.

Jika hal ini tidak dikritisi dengan kuat, kata dia, maka seleksi capim KPK saat ini akan berbahaya bagi kelangsungan KPK ke depannya.

Jangan Buru-buru!

Samad juga menilai supaya pansel capim KPK tidak terburu-buru dalam melakukan seleksi.

Ia menilai, jika pansel terburu-buru dalam melakukan seleksi, maka masyarakat justru akan bertanya-tanya.

"Menurut saya tidak boleh buru-buru. Kalau buru-buru, masyarakat jadi bertanya-tanya. Kenapa harus buru-buru?" ujar dia.

Menurut dia, keterburu-buruan itu terlihat dari jadwal fit and proper test yang dipercepat. Semula targetnya adalah Desember, dipercepat menjadi September 2019 ini.

Walau tak menyebutkan keterburu-buruan seleksi itu karena ada udang dibalik batu, tapi Samad menilai hal tersebut tidak baik bagi iklim demokrasi saat ini.

"Yang pasti itu membuat masyarakat bertanya-tanya. Jangan melalukan sesuatu yang membuat masyarakat bertanya-tanya dan menaruh curiga," pungkas dia.

https://nasional.kompas.com/read/2019/08/08/10014341/cerita-abraham-samad-soal-sarapan-pagi-penyidik-hingga-cara-selamatkan-kpk

Terkini Lainnya

Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok Email Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok Email Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Nasional
Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Nasional
Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Nasional
Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 'Supplier' Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 "Supplier" Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke