Belajar mengaji ke Mekah
Mbah Maimun pernah belajar mengaji hingga ke Mekah saat berusia 21 tahun.
Ia berada di bawah bimbingan Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly dan beberapa ulama lainnya.
Selain itu, Mbah Maimun juga mengaji ke beberapa ulama di Jawa.
Baca juga: Tokoh NU Kiai Maimun Zubair Meninggal Dunia
Para ulama itu di antaranya Kiai Baidhowi, Kiai Ma'shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), dan Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban).
Mbah Maimun juga menulis kitab-kitab yang menjadi rujukan santri seperti kitab berjudul Al-Ulama Al-Mujaddidun.
Setelah kembali dari Mekah, ia mengabdikan diri untuk mengajar di Tanah Air.
Mbah Maimun mulai mengembangkan Pesantren al-Anwar Sarang pada 1965.
Pesantren ini menjadi rujukan santri untuk belajar kitab kuning dan mempelajari turats secara komprehensif.
Di dunia politik, Mbah Moen pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama 7 tahun.
Baca juga: Mengenang KH Maimun Zubair
Ia juga pernah menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah.
Dalam beberapa kesempatan, ia kerap mengingatkan kepada rakyat Indonesia akan pentingnya menjunjung dan menjaga keutuhan bangsa dan negara.
Menurut Mbah Maimun, dalam setiap perbedaan ada titik-titik kebersamaan.
Agama mengajarkan perbedaan tetapi ada titik persamaan, yaitu seluruh agama mengajarkan kebaikan.
“Perbedaan tak perlu dibesar-besarkan sehingga kita bisa hidup rukun," kata Mbah Moen seperti dilansir Majalah Nahdlatul Ulama AULA edisi November 2016.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.