Tak hanya memberitakan kegiatan figur publik, pers saat ini juga memberitakan isu yang sedang hangat diperbincangkan di media sosial.
Arif kembali mengingatkan, hal pertama yang perlu diperhatikan apakah konten tersebut menyangkut kepentingan publik.
Selanjutnya, hal yang perlu diperhatikan ulasan dan pemberitaan. Jika media tersebut ingin mengangkat konten yang sedang hangat dibicarakan, maka selayaknya perkara itu diulas dengan prosedur jurnalistik yang benar.
"Kalau dia ditarik oleh media mainstream maka dia harus memenuhi kaidah-kaidah yang ditetapkan di UU 40 (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999), termasuk kode etik jurnalistik segala macam, cek ricek, terus konfirmasi, dan sebagainya, itu harus terpenuhi," tutur Arif.
Baca juga: 5 Alasan Media Sosial Bisa Mengganggu Kesehatan Mental
Lalu bagaimana dengan pengutipan dari media sosial?
Arif menuturkan, penulis mengutip pendapat atau klarifikasi sepanjang ia dapat memastikan bahwa kutipan tersebut memang diucapkan langsung oleh orang yang bersangkutan.
Dia memberi contoh kasus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong, yang mengatakan bahwa empat perusahaan unicorn Indonesia disebut sebagai perusahaan asal Singapura.
Segera setelah berita itu mencuat, Thomas melakukan klarifikasi di akun Twitter pribadinya.
Melihat contoh tersebut, maka media dapat mengutip klarifikasi dari yang bersangkutan.
"Tapi pertanyaan kritisnya adalah dari mana dia tahu kalau itu akunnya Tom Lembong? Dari mana dia bisa memastikan bahwa itu adalah Tom Lembong yang nge-tweet bukan adminnya? Nah di situ ada problem baru," ucap Arif.
Baca juga: Kepala BKPM Ralat Ucapannya soal 4 Unicorn Indonesia Dimiliki Singapura
Sehingga, Arif menggarisbawahi, saat mengambil kutipan yang bersumber dari media sosial, wartawan harus memastikan bahwa klarifikasi itu berasal dari pihak yang bersangkutan.
"Nah seorang wartawan yang baik mestinya mengecek, apakah humasnya BKPM (yang melakukan klarifikasi)? Apakah ini benar akunnya Pak Tom? dan sebagainya," tutur dia.
Dengan demikian, Arif menekankan, jika ingin mengangkat berita yang hangat di media sosial, maka wartawan harus memperhatikan nilai berita atau news value.
"Ada news value. Kalau enggak ada, masyarakat enggak dapat apa-apa sebetulnya," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.