Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sensasi Selebritas Medsos, Bagaimana Seharusnya Pers Memberitakan?

Kompas.com - 01/08/2019, 12:06 WIB
Rosiana Haryanti,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Media sosial saat ini menjadi salah satu alat dan platform untuk mencari suatu informasi yang dibutuhkan. Tentu saja informasi itu tak hanya berupa berita.

Bahkan, media sosial juga menjadi tempat bagi seseorang dalam mengumumkan kabar baru. Beberapa influencer menggunakan instrumen ini untuk mengabarkan kondisi serta rencana-rencana mereka.

Namun, tentunya tidak semua konten yang dihasilkan influencer itu positif. Ada sejumlah depresi yang disampaikan influencer di media sosial, bahkan hingga pesan bunuh diri.

Salah satunya yang dilakukan youtuber asal Amerika Serikat (AS), Daniel Desmind Amofah atau yang akrab disapa Etika. Sebelum dilaporkan menghilang, Etika mengunggah video yang mengungkapkan keinginannya untuk bunuh diri.

Baca juga: Hilang Berhari-hari, YouTuber asal AS Ditemukan Tewas Mengambang

Tak hanya Etika, media sosial juga membuat beberapa orang mencari sensasi dengan memanfaatkan platform ini.

Tahun lalu, pengelola sebuah hotel di Irlandia mengumumkan menolak berbisnis dengan seluruh influencer.

Keputusan ini diambil setelah seorang blogger, youtuber, serta selebgram asal Inggris, Elle Darby, minta menginap secara gratis selama lima malam. Pemilik hotel kemudian merespons permintaan influencer tersebut secara terbuka di laman Facebook-nya.

Dengan tegas, ia menolak permintaan Darby dan memberikan beberapa catatan.

Di Indonesia, fenomena ini juga diikuti oleh beberapa influencer. Media sosial juga menjadi "rumah" bagi konten-konten usil (prank) dan tantangan (challenge).

Ada pula gamer yang kerap menampilkan pakaian seksi dalam konten videonya di YouTube.

Selain itu, baru-baru ini beredar kabar seorang social-media influencer belia yang mengumumkan akan rehat.

Namun, beberapa saat setelahnya, ia mengunggah konten susulan yang menyatakan bahwa dirinya tidak meninggalkan platform yang telah membesarkan namanya.

Tingkah laku dan polah para pelaku media sosial ini juga diulas di berbagai media. Ada yang hanya memberitakan kejadian tersebut apa adanya dan hanya ditangkap sebagai peristiwa semata.

Namun, ada juga yang membesarkan pemberitaan tersebut, bahkan menjadi sorotan khusus.

Baca juga: DPR Ingin Masyarakat Jangan Sekadar Jadi Penikmat Media Sosial

Ilustrasi kebebasan pers.THINKSTOCKPHOTOS Ilustrasi kebebasan pers.
Perihal pemberitaan

Fenomena ini pun menarik perhatian warganet. Beberapa orang menganggap pemberitaan tentang sensasi para pelaku media sosial ini masih dalam tahap wajar.

Akan tetapi, ada juga yang merasa pemberitaan terhadap para selebritas di media sosial ini terlalu berlebihan. Media dianggap hanya digunakan sebagai alat untuk meningkatkan popularitas orang-orang itu.

Sebenarnya, bagaimana seharusnya media bersikap?

Anggota Dewan Pers sekaligus Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers, Arif Zulkifli mengatakan, selayaknya media memberitakan isu yang menyangkut kepentingan publik.

"Intinya kalau saya melihat pemberitaan, selayaknya menyangkut kepentingan publik. Jadi kalau urusan-urusan pribadi yang tidak menyangkut kepentingan masyarakat luas, tentu saja tidak punya nilai berita, kalau menurut saya," ucap Arif.

Baca juga: Pesan Dewan Pers untuk Media Jelang Pemilu 2019

Meski begitu, lanjut Arif, ada dua pendapat berbeda dalam menyikapi masalah ini. Di satu sisi, ada yang beranggapan bahwa terdapat batasan dalam mengangkat suatu perkara.

Jika hal tersebut tidak menyangkut kepentingan orang banyak, maka perkara itu tidak perlu diangkat.

"Kecuali kalau artis itu jadi pejabat publik misalnya. Atau artis itu terlibat suatu perkara yang merugikan publik, nah itu layak diangkat," ucap Arif.

Namun di sisi lain, ada yang berpendapat, ketika seseorang sudah menjadi figur publik, maka dia menjadi bagian dari perhatian masyarakat.

Pendapat ini, menurut Arif, hanya memuaskan rasa ingin tahu masyarakat.

"Makanya ada gosip artis dan sebagainya," tutur dia.

Lebih lanjut, Arif menambahkan, kedua perspektif dalam melihat kepentingan berita ini belum menemukan titik temu, dan masih diperdebatkan hingga sekarang.

"Jadi kami (Dewan Pers) enggak masuk dalam perdebatan itu," kata Arif.

Meski begitu, Dewan Pers akan menangani konten atau berita yang dianggap sebagai pelanggaran, serta pengaduan atas sebuah pemberitaan. Namun dengan catatan, media yang bersangkutan memiliki badan hukum.

Ilustrasi media sosialshutterstock Ilustrasi media sosial
Pentingkah memberitakan konten viral?

Tak hanya memberitakan kegiatan figur publik, pers saat ini juga memberitakan isu yang sedang hangat diperbincangkan di media sosial.

Arif kembali mengingatkan, hal pertama yang perlu diperhatikan apakah konten tersebut menyangkut kepentingan publik.

Selanjutnya, hal yang perlu diperhatikan ulasan dan pemberitaan. Jika media tersebut ingin mengangkat konten yang sedang hangat dibicarakan, maka selayaknya perkara itu diulas dengan prosedur jurnalistik yang benar.

"Kalau dia ditarik oleh media mainstream maka dia harus memenuhi kaidah-kaidah yang ditetapkan di UU 40 (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999), termasuk kode etik jurnalistik segala macam, cek ricek, terus konfirmasi, dan sebagainya, itu harus terpenuhi," tutur Arif.

Baca juga: 5 Alasan Media Sosial Bisa Mengganggu Kesehatan Mental

Lalu bagaimana dengan pengutipan dari media sosial?

Arif menuturkan, penulis mengutip pendapat atau klarifikasi sepanjang ia dapat memastikan bahwa kutipan tersebut memang diucapkan langsung oleh orang yang bersangkutan.

Dia memberi contoh kasus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong, yang mengatakan bahwa empat perusahaan unicorn Indonesia disebut sebagai perusahaan asal Singapura.

Segera setelah berita itu mencuat, Thomas melakukan klarifikasi di akun Twitter pribadinya.

Melihat contoh tersebut, maka media dapat mengutip klarifikasi dari yang bersangkutan.

"Tapi pertanyaan kritisnya adalah dari mana dia tahu kalau itu akunnya Tom Lembong? Dari mana dia bisa memastikan bahwa itu adalah Tom Lembong yang nge-tweet bukan adminnya? Nah di situ ada problem baru," ucap Arif.

Baca juga: Kepala BKPM Ralat Ucapannya soal 4 Unicorn Indonesia Dimiliki Singapura

Sehingga, Arif menggarisbawahi, saat mengambil kutipan yang bersumber dari media sosial, wartawan harus memastikan bahwa klarifikasi itu berasal dari pihak yang bersangkutan.

"Nah seorang wartawan yang baik mestinya mengecek, apakah humasnya BKPM (yang melakukan klarifikasi)? Apakah ini benar akunnya Pak Tom? dan sebagainya," tutur dia.

Dengan demikian, Arif menekankan, jika ingin mengangkat berita yang hangat di media sosial, maka wartawan harus memperhatikan nilai berita atau news value.

"Ada news value. Kalau enggak ada, masyarakat enggak dapat apa-apa sebetulnya," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Nasional
BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com