Fenomena ini pun menarik perhatian warganet. Beberapa orang menganggap pemberitaan tentang sensasi para pelaku media sosial ini masih dalam tahap wajar.
Akan tetapi, ada juga yang merasa pemberitaan terhadap para selebritas di media sosial ini terlalu berlebihan. Media dianggap hanya digunakan sebagai alat untuk meningkatkan popularitas orang-orang itu.
Sebenarnya, bagaimana seharusnya media bersikap?
Anggota Dewan Pers sekaligus Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers, Arif Zulkifli mengatakan, selayaknya media memberitakan isu yang menyangkut kepentingan publik.
"Intinya kalau saya melihat pemberitaan, selayaknya menyangkut kepentingan publik. Jadi kalau urusan-urusan pribadi yang tidak menyangkut kepentingan masyarakat luas, tentu saja tidak punya nilai berita, kalau menurut saya," ucap Arif.
Baca juga: Pesan Dewan Pers untuk Media Jelang Pemilu 2019
Meski begitu, lanjut Arif, ada dua pendapat berbeda dalam menyikapi masalah ini. Di satu sisi, ada yang beranggapan bahwa terdapat batasan dalam mengangkat suatu perkara.
Jika hal tersebut tidak menyangkut kepentingan orang banyak, maka perkara itu tidak perlu diangkat.
"Kecuali kalau artis itu jadi pejabat publik misalnya. Atau artis itu terlibat suatu perkara yang merugikan publik, nah itu layak diangkat," ucap Arif.
Namun di sisi lain, ada yang berpendapat, ketika seseorang sudah menjadi figur publik, maka dia menjadi bagian dari perhatian masyarakat.
Pendapat ini, menurut Arif, hanya memuaskan rasa ingin tahu masyarakat.
"Makanya ada gosip artis dan sebagainya," tutur dia.
Lebih lanjut, Arif menambahkan, kedua perspektif dalam melihat kepentingan berita ini belum menemukan titik temu, dan masih diperdebatkan hingga sekarang.
"Jadi kami (Dewan Pers) enggak masuk dalam perdebatan itu," kata Arif.
Meski begitu, Dewan Pers akan menangani konten atau berita yang dianggap sebagai pelanggaran, serta pengaduan atas sebuah pemberitaan. Namun dengan catatan, media yang bersangkutan memiliki badan hukum.