Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Suap, Bowo Sidik dan Orang Kepercayaannya Segera Disidang

Kompas.com - 25/07/2019, 23:43 WIB
Diamanty Meiliana

Editor

Sumber Antara

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan proses penyidikan ke tahap penuntutan terhadap dua tersangka kasus suap bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) dan gratifikasi.

Dua tersangka tersebut, yakni anggota Komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso (BSP) dan Indung (IND) dari unsur swasta atau orang kepercayaan Bowo.

"Hari ini, dilakukan pelimpahan untuk kasus suap pelayaran antara PT PILOG Dengan PT HTK, pelimpahan berkas dan barang bukti atas nama tersangka BSP dan IND ke penuntutan atau tahap dua," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Yuyuk Andriati di gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/7/2019), dikutip dari Antara.

Baca juga: Periksa M Nasir, KPK Gali Informasi Aliran Gratifikasi Bowo Sidik

Rencana sidang terhadap keduanya akan dilakukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Sejauh ini sudah dilakukan pemeriksaan atas kasus ini terhadap 117 saksi dari berbagai unsur untuk dua tersangka tersebut," ucap Yuyuk.

Diketahui selain Bowo dan Indung, KPK juga telah menetapkan Marketing Manager PT HTK Asty Winasti (AWI). Untuk Asty, saat ini dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Baca juga: Dua Kali Tak Hadiri Pemeriksaan, KPK Peringatkan Saksi Kasus Bowo Sidik

Dalam konstruksi perkara kasus itu, dijelaskan bahwa pada awalnya perjanjian kerja sama penyewaan kapal PT HTK sudah dihentikan.

Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan kepada Bowo Sidik Pangarso.

Selanjutnya, pada 26 Februari 2019 dllakukan nota kesapahaman (MoU) antara PT PILOG dengan PT HTK.

Baca juga: KPK Panggil Mantan Dirut PLN Sofyan Basir Terkait Kasus Bowo Sidik

Salah satu materi MoU tersebut adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.

Bowo diduga meminta "fee" kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dolar AS per metric ton.

Diduga sebelumnya telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sejumlah Rp 221 juta dan 85.130 dolar AS.

Baca juga: Pemberian Fee untuk Bowo Sidik Disamarkan Lewat MoU

Uang yang diterima tersebut diduga telah diubah menjadi pecahan Rp 50.000 dan Rp 20.000 sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop-amplop di kantor PT Inersia di Jakarta.

Selanjutnya, KPK pun mengamankan 84 kardus dan dua kontainer plastik yang berisikan sekitar 400.000 amplop berisi uang dengan total Rp 8,45 miliar, diduga dipersiapkan oleh Bowo Sidik Pangarso untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.

Uang tersebut diduga terkait pencalonan Bowo sebagai anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II.

Kompas TV Untuk ketiga kalinya Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita tidak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK. KPK pun menyayangkan sikap Enggar yang seharusnya bisa memberi contoh kepatuhan hukum sebagai pejabat publik. KPK kembali memanggil Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita untuk diperiksa sebagai saksi kasus suap dan gratifikasi izin kerja sama pelayaran dengan tersangka anggota DPR, Bowo Sidik Pangarso. Namun Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita kembali tidak hadir dengan alasan dinas ke luar negeri. KPK masih menunggu niat baik Enggartiasto untuk segera memenuhi panggilan penyidik. #KPK #EnggartiastoLukita
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com