Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Lacak Aset yang Diduga Terkait Sjamsul Nursalim

Kompas.com - 12/06/2019, 19:04 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai melacak aset-aset yang diduga terkait dengan tersangka kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim.

Penelusuran ini dilakukan guna memulihkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun akibat dugaan korupsi tersebut.

"Pemetaan aset atau asset tracing juga sudah berjalan kami sudah menemukan aset-aset yang diduga milik atau terafiliasi dengan tersangka," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (12/6/2019).

Baca juga: KPK Tetapkan Sjamsul Nursalim Tersangka Kasus BLBI

Akan tetapi, Febri belum bisa menjelaskan secara rinci soal aset-aset yang teridentifikasi tersebut.

"Kami sudah mulai menemukan beberapa aset yang diduga milik dari tersangka atau pun yang diduga terkait atau terafiliasi dengan tersangka atau perkara ini. Posisinya di mana itu bagian dari informasi teknis penyidikan yang belum bisa disampaikan," kata dia.

Dalam pengembangan kasus BLBI, KPK menetapkan obligor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim sebagai tersangka.

Penetapan tersangka pasangan suami istri ini berdasarkan hasil pengembangan perkara terpidana mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung.

Majelis hakim saat itu memandang perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004.

Syafruddin selaku Kepala BPPN melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM).

Baca juga: KPK Minta Sjamsul Nursalim dan Istri Menyerahkan Diri

Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.

Padahal, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan (misrepresentasi) dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN.

Perbuatan Syafruddin dinilai telah menghilangkan hak tagih negara terhadap Sjamsul Nursalim sebesar Rp 4,58 triliun.

Kompas TV Sjamsul Nursalim ditetapkan KPK sebagai tersangka baru dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sjamsul adalah pengendali saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Dirinya diduga terlibat dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI. Atas keterlibatannya, Sjamsul diduga telah merugikan negara sebesar Rp 4,58 triliun. Tak hanya Sjamsul Nursalim, istrinya Itjih Nursalim juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, pemanggilan keduanya telah dilakukan sesuai proses hukum sebagaimana diatur dalam pasal 44 undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Tak hanya sekali, KPK telah melakukan pemanggilan sebanyak 3 kali pada pasangan suami istri Nursalim, yakni pada 8 dan 9 Oktober 2018, 22 Oktober 2018, dan 28 Desember 2018. Dalam tiga kali pemanggilan, keduanya dinilai tidak kooperatif, karena tak pernah hadir. #BLBI #SjamsulNursalim #ItjihNursalim

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com