Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tunggu Itikad Baik Sjamsul Nursalim dan Istri soal Kasus BLBI

Kompas.com - 09/10/2018, 13:16 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menuturkan, hingga saat ini KPK belum menerima informasi kehadiran pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) tahun 2004, Sjamsul Nursalim, dan istrinya, Itjih Nursalim, untuk memenuhi panggilan KPK.

Keduanya dijadwalkan menjalani pemeriksaan pada Senin (8/10/2018) dan Selasa (9/10/2018), terkait kasus korupsi dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) atas pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Pada pemanggilan Senin, keduanya mangkir. 

Baca juga: KPK Minta Sjamsul Nursalim Patuhi Pemanggilan untuk Diperiksa

"KPK masih menunggu itikad baik dari Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim untuk memenuhi panggilan KPK Senin dan Selasa ini. Sampai Selasa siang ini belum ada informasi," kata Febri dalam keterangan tertulis, Selasa.

Padahal, kata Febri, KPK berupaya memberikan ruang bagi keduanya untuk menyampaikan klarifikasi. Apabila tak hadir hari ini, KPK akan memanggil kembali keduanya.

"Perlu dipahami, KPK justru sedang memberikan ruang untuk Sjamsul Nursalim dan istri untuk memberikan keterangan yang benar menurut mereka," kata dia.

Febri menegaskan, pengembangan kasus BLBI terus dilakukan sebagai upaya KPK mengembalikan semaksimal mungkin dugaan kerugian negara yang mencapai Rp 4,58 triliun.

Sebelumnya Febri menjelaskan, keterangan keduanya dibutuhkan dalam rangka pengembangan kasus BLBI, setelah mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung dijatuhi vonis hakim.

"Setelah putusan untuk SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung) kemarin, KPK menelusuri indikasi keterlibatan pihak lain. Sekitar 26 orang sudah dimintakan keterangan," ujar Febri.

Sebelumnya, Syafruddin dinyatakan terbukti merugikan negara sekitar Rp 4,58 triliun terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).

Menurut hakim, perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004.

Baca juga: Pemeriksaan Kasus BLBI, Apakah Sjamsul Nursalim Penuhi Panggilan KPK?

Syafruddin selaku Kepala BPPN melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM).

Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.

Padahal, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan (misrepresentasi) dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN.

Perbuatan Syafruddin dinilai telah menghilangkan hak tagih negara terhadap Sjamsul Nursalim sebesar Rp 4,58 triliun. Untuk itu, majelis hakim menjatuhi vonis 13 tahun penjara kepada Syafruddin.

Kompas TV Sjafruddin Arsyad telah ditetapkan sebagai tersangka pada April 2017 karena diduga memperkaya diri sendiri dan orang lain hingga hampir 5 T
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang



Terkini Lainnya

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com