JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menuturkan pihaknya belum dapat melakukan upaya selain pemanggilan kepada pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) tahun 2004, Sjamsul Nursalim, dan istrinya, Itjih Nursalim.
Keduanya sudah mangkir dari dua panggilan KPK untuk dimintai keterangan terkait kasus korupsi dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) atas pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Memang proses ini masih di tahap penyelidikan, jadi belum tahap penyidikan, sehingga pemanggilan-pemanggilan seperti upaya paksa atau pemanggilan dengan menghadapkan oleh yang ditugaskan itu belum memungkinkan untuk dilakukan," terang Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (12/11/2018).
Maka dari itu, KPK berusaha menelusuri lebih dalam kasus tersebut melalui sumber lain, seperti keterangan saksi lainnya.
Febri menuturkan, KPK juga mendalami dugaan keterlibatan pihak lain yang diungkapkan dalam sidang Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT). Syafruddin divonis selama 13 tahun terkait kasus ini.
"Jadi kami sedang membicarakan, sekaligus melakukan analisis terhadap saksi-saksi lain yang sudah dimintakan keterangan sebelumnya," katanya.
"Dan analisis terhadap fakta persidangan sedang dilakukan, untuk SAT, peran-peran pihak lain cukup jelas yang disebutkan," jelas Febri.
Baca juga: KPK Kembali Panggil Sjamsul Nursalim dan Istri Terkait Kasus BLBI
KPK akan menginformasikan kembali apakah akan dilakukan pemanggilan ketiga atau upaya lain terhadap Sjamsul dan Itjih.
Namun, Febri kembali menyerukan kepada keduanya agar beritikad baik terhadap pemanggilan ini.
Terkait kasus ini, Mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung dinyatakan terbukti merugikan negara sekitar Rp 4,58 triliun terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
Menurut hakim, perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004.
Syafruddin selaku Kepala BPPN melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM).
Baca juga: Sjamsul Nursalim dan Istri Kembali Tak Penuhi Panggilan KPK
Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.
Padahal, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan (misrepresentasi) dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN.
Perbuatan Syafruddin dinilai telah menghilangkan hak tagih negara terhadap Sjamsul Nursalim sebesar Rp 4,58 triliun. Untuk itu, majelis hakim menjatuhi vonis 13 tahun penjara kepada Syafruddin.