JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menjelaskan, jaksa KPK akan menyampaikan dakwaan dugaan tindak pidana pencucian uang yang menjerat PT Tradha.
Rencananya dakwaan itu akan dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Rabu (29/5/2019).
"Ini merupakan kasus pertama yang ditangani KPK yang memproses korporasi dengan pasal tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal korupsi," kata Febri dalam keterangan tertulis, Selasa (28/5/2019) malam.
Baca juga: PT Merial Esa, Korporasi Kelima yang Dijerat KPK dalam Kasus Korupsi
Febri menjelaskan, perusahaan itu didirikan sejak tahun 1988 oleh mantan Bupati Kebumen M Yahya Fuad. Saat sebelum dilantik sebagai bupati pada tanggal 17 Februari 2016, Yahya mengubah susunan direksi, komisaris dan kepemilikan saham perusahaan.
"Namun, meskipun namanya tidak lagi tercantum sebagai Direktur Utama atau di jajaran direksi, ia tetap dapat mengendalikan perusahaan tersebut dan menerima manfaat dari PT Tradha. Uang yang diduga diterima dari fee proyek di Kebumen dimasukan dalam sistem keuangan korporasi," kata Febri.
Bahkan diduga korporasi ini juga menangani beberapa proyek dengan menggunakan metode pinjam bendera.
PT Tradha diduga menggunakan identitas lima perusahaan lain untuk memenangkan delapan proyek di Kabupaten Kebumen dengan nilai total proyek Rp 51 miliar.
Selain itu, PT Tradha juga diduga menerima uang dari para kontraktor yang merupakan fee proyek di Kebumen sekitar Rp 3 millar yang dianggap seolah-olah sebagai utang.
KPK menduga uang yang diperoleh dari proyek-proyek itu bercampur dengan sumber lainnya dalam catatan keuangan PT Tradha. Uang tersebut diduga menjadi keuntungan yang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi Fuad.
Dalam proses pengembangan kasus Yahya, kata Febri, KPK juga telah menjerat 10 orang lainnya. Salah satunya adalah Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan.
Baca juga: Jerat Korporasi, KPK Diapresiasi
"Jika dilihat dari sisi aktornya, maka pelaku dalam perkara ini cukup kompleks yang melibatkan berbagai unsur legislatif pusat, daerah dan pemerintah daerah serta swasta," ujar Febri.
Modus korupsi pada perkara ini dinilai sistematis, mulai dari suap terhadap Taufik untuk pengurusan anggaran, suap pada sejumlah unsur pimpinan dan anggota DPRD Kebumen untuk pengesahan dan pembahasan anggaran.
"Serta (suap) untuk mengalokasikan jatah proyek untuk Bupati Kebuman dan pengerjaan oleh korporasi yang terafiliasi dengan Bupati, hingga pada pelaksanaan dan fee proyek," pungkasnya.