Besaran santunan untuk penyelenggara pemilu yang luka berat Rp 16,5 juta, dan untuk yang luka sedang sebesar Rp 8,25 juta.
Kementerian Kesehatan menemukan 13 jenis penyakit penyebab meninggalnya petugas penyelenggara pemilu di 15 provinsi.
Seperti dikutip Antara, Minggu (12/5/2019), 13 penyakit tersebut adalah infarct myocard, gagal jantung, koma hepatikum, stroke, respiratory failure, hipertensi emergency, meningitis, sepsis, asma, diabetes melitus, gagal ginjal, TBC, dan kegagalan multiorgan.
Selain disebabkan 13 jenis penyakit itu, ada pula kejadian meninggal petugas KPPS karena kecelakaan.
Menurut Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, penyebab kematian itu diketahui berdasarkan audit medis dan otopsi verbal yang dilakukan Kemenkes.
Baca juga: Menkes: Petugas KPPS Meninggal karena Serangan Jantung hingga Infeksi Otak
Audit medis dilakukan dengan menggunakan rekam medis pasien selama dirawat di rumah sakit.
Sementara, otopsi verbal adalah melakukan wawancara dengan keluarga mengenai pentakit yang sebelumnya diderita korban.
Nila menyebutkan, banyak korban yang memang sudah memiliki penyakit tertentu sebelumnya.
Para petugas yang meninggal juga banyak sudah berusia antara 50-70 tahun. Kelelahan karena menjalani tugas sebagai anggota KPPS akhirnya memicu penyakit mereka kambuh.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo menanggapi dorongan sejumlah pihak agar jenazah anggota penyelenggara pemilu diautopsi.
Dedi menuturkan bahwa langkah itu bisa dilakukan Polri jika terdapat fakta hukum.
"Jadi semua harus berdasarkan fakta hukum dulu, yang komprehensif dan dikaji, baru Polri dalam hal ini sebagai landasannya bisa bertindak," kata Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (10/5/2019).
Ia menuturkan bahwa autopsi adalah sebuah tindakan untuk memperjelas indikasi dari fakta hukum yang ada, misalnya penganiayaan atau pembunuhan.
Baca juga: Polri Tak Mau Gegabah Respons Desakan Otopsi Jenazah Anggota KPPS
Menurutnya, fakta hukum tersebut yang perlu dikaji secara komprehensif.
Jika tidak memiliki fakta hukum dan keluarga juga tidak merasa ada kejanggalan, langkah tersebut tak dapat dilakukan.