Ratusan penyelenggara pemilu ad hoc atau tingkat bawah dilaporkan meninggal dunia usai bertugas. Hingga Jumat (10/5/2019), jumlah penyelenggara pemilu meninggal bertambah menjadi 469 orang. Selain itu, sebanyak 4.602 lainnya dilaporkan sakit.
Penyelenggara yang dimaksud meliputi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Tak hanya itu, hingga Senin (29/4/2019), 72 anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) juga dilaporkan meninggal dunia.
Selain itu, sebanyak 305 orang menderita sakit dan menjalani rawat inap, 889 orang sakit dan rawat jalan, serta 200 orang mengalami kecelakaan.
Peristiwa ini mendapat sorotan dari seluruh pihak, mulai dari Kementerian Kesehatan, kepolisian, hingga DPR RI. Berbagai kritik dan masukan pun dilontarkan.
Respon KPU dan Bawaslu
Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman mengatakan, berdasarkan laporan, para petugas penyelenggara pemilu yang meninggal dunia kebanyakan disebabkan karena sudah mempunyai riwayat penyakit sebelumnya. Mereka kelelahan karena beban kerja yang tinggi dan kemudian meninggal.
"Justru laporannya masuk yang ketika itu memang mereka sudah sakit. Ada yang jantung, hipertensi," kata Arief di Gedung KPU, Jakarta, Sabtu (11/5/2019).
Arief memastikan, tak ada petugas penyelenggara pemilu yang meninggal karena keracunan. Ia membantah isu yang belakangan ramai berkembang di media sosial.
Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin menyebut pengawas pemilu yang meninggal dunia disebabkan karena karena kelelahan. Ia menyesalkan pihak-pihak yang mempolitisasi anggota penyelenggara pemilu maupun pengawas pemilu yang meninggal dunia.
Menurut Afif, tindakan tersebut di luar nilai-nilai kemanusiaan.
"Kita sangat menyesalkan, mengutuk praktik-praktik di luar sisi kemanusiaan," kata Afif saat ditemui di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/5/2019).
Afif menyebutkan, secara medis, meninggalnya ratusan penyelenggara pemilu karena kelelahan usai bekerja menyelenggarakan pemilu.
Jika ada yang menyebut penyelenggara pemilu meninggal dunia di luar faktor tersebut, maka dapat dipastikan berita tersebut tidak benar.
Adapun besaran santunan yang diberikan kepada penyelenggara pemilu maupun pengawas pemilu dikelompokan menjadi empat. Pertama, santunan bagi penyelenggara pemilu yang meninggal dunia adalah sebesar Rp 36 juta, selanjutnya santunan bagi penyelenggara pemilu cacat permanen Rp 36 juta.
Besaran santunan untuk penyelenggara pemilu yang luka berat Rp 16,5 juta, dan untuk yang luka sedang sebesar Rp 8,25 juta.
Temuan Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan menemukan 13 jenis penyakit penyebab meninggalnya petugas penyelenggara pemilu di 15 provinsi.
Seperti dikutip Antara, Minggu (12/5/2019), 13 penyakit tersebut adalah infarct myocard, gagal jantung, koma hepatikum, stroke, respiratory failure, hipertensi emergency, meningitis, sepsis, asma, diabetes melitus, gagal ginjal, TBC, dan kegagalan multiorgan.
Selain disebabkan 13 jenis penyakit itu, ada pula kejadian meninggal petugas KPPS karena kecelakaan.
Menurut Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, penyebab kematian itu diketahui berdasarkan audit medis dan otopsi verbal yang dilakukan Kemenkes.
Audit medis dilakukan dengan menggunakan rekam medis pasien selama dirawat di rumah sakit.
Sementara, otopsi verbal adalah melakukan wawancara dengan keluarga mengenai pentakit yang sebelumnya diderita korban.
Nila menyebutkan, banyak korban yang memang sudah memiliki penyakit tertentu sebelumnya.
Para petugas yang meninggal juga banyak sudah berusia antara 50-70 tahun. Kelelahan karena menjalani tugas sebagai anggota KPPS akhirnya memicu penyakit mereka kambuh.
Dorongan Autopsi dan Respon Kepolisian
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo menanggapi dorongan sejumlah pihak agar jenazah anggota penyelenggara pemilu diautopsi.
Dedi menuturkan bahwa langkah itu bisa dilakukan Polri jika terdapat fakta hukum.
"Jadi semua harus berdasarkan fakta hukum dulu, yang komprehensif dan dikaji, baru Polri dalam hal ini sebagai landasannya bisa bertindak," kata Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (10/5/2019).
Ia menuturkan bahwa autopsi adalah sebuah tindakan untuk memperjelas indikasi dari fakta hukum yang ada, misalnya penganiayaan atau pembunuhan.
Menurutnya, fakta hukum tersebut yang perlu dikaji secara komprehensif.
Jika tidak memiliki fakta hukum dan keluarga juga tidak merasa ada kejanggalan, langkah tersebut tak dapat dilakukan.
Salah satu tuntutan autopsi diajukan oleh perkumpulan petugas kesehatan bernama Komunitas Kesehatan Peduli Bangsa.
Dilansir dari KompasTV, salah satu poin yang didesak komunitas tersebut yaitu agar polisi mengeluarkan surat autopsi kepada petugas yang meninggal saat penyelenggaraan Pemilu 2019.
Langkah DPR
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ledia Hanifa mengusulkan DPR menggunakan hak angketdan membentuk Panitia Khusus (Pansus) terkait penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
Hal itu diungkapkan oleh Ledia dalam Rapat Paripurna ke-16 Masa Persidangan IV DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/6/2019).
"Kami memandang perlu adanya penggunaan hak angket DPR RI dan dilanjutkan dengan pembentukan pansus penyelenggaraan pemilu 2019," ujar Ledia.
Menurut Ledia, DPR perlu mengevaluasi secara menyeluruh penyelenggaraan pemilu. Sebab, hingga saat ini tercatat sebanyak 554 anggota penyelenggara pemilu dan panitia pengawas pemilu yang meninggal dunia.
Ia mengungkap, sebanyak 31 anggota DPR dari tiga fraksi telah menandatangani usulan hak angket dan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) penyelenggaraan Pemilu 2019.
Ketiga fraksi tersebut adalah PKS, Gerindra dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Dengan demikian, PKS telah memenuhi syarat pengajuan usul hak angket yakni paling sedikit 25 tanda tangan anggota DPR dari dua fraksi.
Usul itu pun mendapat tanggapan dari parpol pendukung pemerintah. Fraksi Partai Nasdem, Golkar, PPP, dan PDI-P menyatakan tidak setuju dengan pembentukan Pansus Pemilu 2019.
https://nasional.kompas.com/read/2019/05/13/10043541/polemik-penyelenggara-dan-pengawas-pemilu-yang-meninggal-dunia