JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik berencana memeriksa mantan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Bachtiar Nasir di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2019) hari ini, pukul 10.00 WIB.
Bachtiar rencananya diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal pengalihan aset Yayasan Keadilan Untuk Semua.
"Oleh karenanya penyidik akan meminta keterangan yang bersangkutan, mengklarifikasi data-data serta alat bukti yang dimiliki oleh penyidik," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyodi Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2019).
Baca juga: Perjalanan Kasus Pencucian Uang Mantan Ketua GNPF MUI Bachtiar Nasir
Menurut Dedi, penyidik telah memiliki cukup bukti perihal penetapan status tersangka Bachtiar. Apalagi, secara teknis penyidik harus mengantongi minimal dua alat bukti untuk menetapkan status tersangka.
Kendati demikian, Dedi belum mau menjelaskan lebih lanjut perihal bukti-bukti yang menjerat Bachtiar. Ia pun meminta untuk menunggu hasil pemeriksaan nantinya.
"Besok (hari ini) kan baru mulai dilaksanakan pemeriksaan. Rekan-rekan kita minta tunggu dulu biar penyidik melaksanakan tugasnya besok (hari ini)," ujarnya.
Baca juga: Bachtiar Nasir Tersangka, Sandiaga: Hukum Jangan Tajam ke Pengkritik, Tumpul ke Penjilat
Pemanggilan pemeriksaan itu tertera dalam Surat Panggilan Nomor: S. Pgl/1212/V/RES.2.3/2019/Dit Tipideksus, yang ditandatangani Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Rudy Heriyanto.
Pemeriksaan tersebut merupakan kali pertama bagi Bachtiar dimintai keterangan sebagai tersangka. Pemeriksaan sebelumnya dilakukan di tahun 2017 dengan Bachtiar berstatus sebagai saksi.
Terkait kasus ini, Bachtiar diketahui mengelola dana sumbangan masyarakat sekitar Rp 3 miliar di rekening Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS).
Baca juga: Wapres Kalla Sebut Penetapan Tersangka Bachtiar Nasir Sesuai Prosedur Hukum
Dana tersebut diklaim Bachtiar digunakan untuk mendanai Aksi 411 dan Aksi 212 pada tahun 2017 serta untuk membantu korban bencana gempa di Pidie Jaya, Aceh dan bencana banjir di Bima dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Namun, polisi menduga ada pencucian uang dalam penggunaan aliran dana di rekening yayasan tersebut.