JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus yang menimpa mantan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Bachtiar Nasir kembali mencuat di tahun 2019.
Baru-baru ini, Bachtiar ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal pengalihan aset Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS). Kasus tersebut sebelumnya muncul di tahun 2017.
Awalnya, penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menemukan indikasi penyimpangan dana dari Yayasan Keadilan untuk Semua.
Baca juga: Bachtiar Nasir Tersangka, Sandiaga: Hukum Jangan Tajam ke Pengkritik, Tumpul ke Penjilat
Rekening yayasan tersebut diketahui merupakan penampung dana untuk aksi bela Islam yang dilakukan pada 4 November 2016 dan 2 Desember 2016.
"Kita tahu ada penghimpunan dana dari umat ya. Kita sedang pastikan bahwa penyimpangan penggunaan dana itu sedang kita proses," ujar Agung di kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (8/2/2017).
Baca juga: Wapres Kalla Sebut Penetapan Tersangka Bachtiar Nasir Sesuai Prosedur Hukum
Di hari yang sama, Bachtiar Nasir dipanggil oleh kepolisian sebagai saksi. Namun, Bachtiar tak memenuhi panggilan tersebut karena menilai ada kejanggalan pada surat panggilan yang dinilai terlalu instan.
Bachtiar pun memenuhi panggilan Bareskrim Polri berikutnya, pada Jumat (10/2/2017).
Ia membenarkan bahwa rekening YKUS digunakan menampung donasi untuk aksi Bela Islam pada 4 November dan 2 Desember 2016.
Baca juga: Bachtiar Nasir Tak Mau Komentari Pemeriksaan di Bareskrim
Namun, Bachtiar memastikan bahwa uang yang ditampung dalam rekening YKUS bisa dipertanggungjawabkan.
Rekening tersebut menampung hingga Rp 3 miliar yang berasal dari donatur masyarakat untuk aksi bela Islam pada 4 November dan 2 Desember 2016.
"Yang di saya cuma Rp 3 milyar. Belum terpakai semua, kita rawat betul dana itu," ujar Bachtiar di kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (10/2/2017).
Baca juga: Alasan Bachtiar Nasir Pinjam Rekening Yayasan Keadilan Untuk Semua
Dana tersebut diklaim Bachtiar digunakan untuk mendanai Aksi 411 dan Aksi 212 pada tahun 2017 serta untuk membantu korban bencana gempa di Pidie Jaya, Aceh dan bencana banjir di Bima dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Bachtiar kembali diperiksa pada Kamis (16/2/2017). Pada kesempatan itu, pengacara Bachtiar, Kapitra Ampera, mengungkapkan alasan kliennya meminjam rekening Yayasan Keadilan Untuk Semua.
Menurut Kapitra, peminjaman rekening kepada yayasan tersebut berdasarkan faktor kedekatan kedua belah pihak.
"Ini kan trust. Kita meminjam rekening yayasan itu kita harus kenal orangnya, kredibilitasnya. Uang sebanyak itu kalau kita enggak kenal, sulit ya. Bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," kata Kapitra di kantor Bareskrim yang bertempat di gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Kamis (16/2/2017).
Baca juga: Orang Dekat Bachtiar Nasir Jadi Tersangka Pencucian Uang Yayasan KUS
Beberapa hari kemudian, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengungkapkan adanya indikasi pengiriman dana dari GNPF-MUI ke Turki.
Tito menyebutkan, Ketua Yayasan Adnin Armas memberikan kuasanya pada Ketua GNPF-MUI, Bachtiar Nasir.
Bachtiar kemudian menguasakannya lagi kepada pegawai sebuah bank, Islahudin Akbar untuk menarik uang.
Baca juga: Dugaan Bachtiar Nasir Terlibar Kelompok Pro Isis
Menurut Undang-undang Perbankan, kata Tito, pemberian kuasa tak boleh diberikan hingga dua kali.
"IL menarik (dana) di atas Rp 1 miliar kemudian diserahkan kepada Bachtiar Nasir. Sebagian digunakan untuk kegiatan, sebagian lagi kami melihat dari slip transfer, dikirim ke Turki," ujar Tito dalam rapat kerja Polri dengan Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senayan, Rabu (22/2/2017).
"Ini yang kami dalami. Yang ke Turki ini untuk apa kegiatannya? Apa hubungannya bisa sampai ke Suriah?" kata Tito.
Baca juga: Bachtiar Nasir: Suasana Lebaran Bedalah dengan Suasana Demo
Kepolisian semakin serius untuk mendalami temuan tersebut lantaran berdasarkan klaim media asing di Suriah, dana tersebut terkait dengan kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Ini kan jadi menarik bagi kami. Dengan dasar ini kami melakukan pemeriksaan," ujar Tito.
Kasus itu kembali muncul di tahun 2019. Penyidik langsung menjadwalkan pemeriksaan terhadap Bachtiar Nasir sebagai tersangka di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (8/5/2019).
Pemanggilan pemeriksaan itu tertera dalam Surat Panggilan Nomor: S. Pgl/1212/V/RES.2.3/2019/Dit Tipideksus, yang ditandatangani Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Rudy Heriyanto.
Baca juga: Polri Sebut Miliki Cukup Bukti Penetapan Tersangka Bachtiar Nasir
Polri mengatakan telah memiliki cukup bukti perihal penetapan status tersangka Bachtiar.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menuturkan secara teknis penyidik harus mengantongi minimal dua alat bukti untuk menetapkan status tersangka.
"Sekarang penyidik tentunya sudah memiliki alat bukti. Oleh karenanya dalam panggilan itu statusnya sudah sangat jelas," kata Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2019).
Baca juga: Galang Dana Kampanye, Sandi Datangi Yayasan yang Dipimpin Bachtiar Nasir
Selain Bachtiar, polisi menetapkan mantan pegawai sebuah bank, Islahudin Akbar, sebagai tersangka. Islahudin diketahui polisi telah menarik uang sebesar Rp 600 juta dari rekening Yayasan Keadilan Untuk Semua.
Kepolisian juga telah menetapkan Ketua Yayasan Keadilan untuk Semua, Adnin Armas, sebagai tersangka dalam kasus tersebut.