JAKARTA, KOMPAS.com - Sepanjang hidupnya, Dian Islamiati Fatwa tidak pernah terbersit pikiran untuk terjun ke dunia politik.
"Menjadi politikus bukan bagian dari rencana hidup saya. Sama sekali tidak ada di dalam rencana hidup saya selama ini," ujar Dian, saat wawancara eksklusif dengan Kompas.com, di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, baru-baru ini.
Meski sang ayah, almarhum AM Fatwa merupakan politikus tulen, ia tetap saja tak tertarik. Dian malah mengadu nasib di Australia hingga mendapatkan jabatan dan kehidupan yang mapan.
Namun, Desember 2017 menjadi momen yang mengubah kehidupannya. Saat itu, ia dipanggil sang ayah yang kondisi kesehatannya mulai menurun.
Baca juga: Cerita Caleg: Sarifuddin Sudding, dari Advokat Menuju ke Senayan
Sang ayahanda berpesan kepadanya untuk segera pulang ke Indonesia agar terjun ke dunia politik.
"Bapak berpesan, sudah waktunya kamu pulang ke Indonesia. Kamu sudah membuktikan jago di kandang orang dan kini saat ini saatnya kamu memberikan kontribusi bagi Indonesia," kenang Dian.
Saat itu, Dian tidak siap. Hatinya enggan untuk mengikuti pesan sang ayah.
Ia tidak ingin meninggalkan karier dan kehidupan yang mapan di Negeri Kangguru demi mengejar sesuatu yang tidak ia pikirkan sama sekali; politik.
Ia juga menilai, dunia birokrasi di Indonesia kurang baik. Sangat berbeda dengan di luar negeri, khususnya negara ia tinggal, di mana pelayanan publik bukan menjadi prioritas.
Ia agak takut untuk beranjak ke dunia yang baru. Keengganannya itu sempat diutarakan langsung ke ayahandanya.
"Jujur saja ya, saya sama sekali tidak siap untuk pulang, karena tentu saja budaya good governance di sana dengan Indonesia sangat berbeda. Bagaimana persoalan good governance yang sama sekali mungkin tidak menjadi prioritas dalam kehidupan berpolitik di Indonesia," ujar Dian.
Baca juga: Haruskah Caleg Keluar Ongkos Miliaran agar Dapat Kursi?
"Tapi yang Ayah tekankan, justru saat kamu datang ke Indonesia, kamu membawa warna. Kamu membawa kesegaran dengan segala pengalaman, dengan network internasional yang kamu punya. Inilah saat yang tepat untuk mengabdikan bagi Indonesia. Karena orang seperti saya tidak akan lama lagi hidup," lanjut dia.
Benar saja, beberapa hari kemudian, tepatnya Kamis 14 Desember 2017, AM Fatwa menghembuskan nafas terakhirnya.
Cepat belajar
Di dalam kesedihannya, Dian berpikir dalam soal pesan sang ayah. Keenggannanya terjun ke dunia politik, mulai runtuh.
Suatu pagi di saat bangun dari tidurnya, tekad Dian berubah, ia ingin terjun ke dunia politik.
Sekitar 8 bulan lalu, Dian pun meninggalkan karier mapannya di Australia sebagai Head of South East Asia di Australian Broadcasting Corporation untuk pulang ke Tanah Air.
Tidak tanggung-tanggung, Dian menjadi calon anggota legislatif untuk DPR RI dari Partai Amanat Nasional (PAN). Ia kebagian nomor urut 2 dengan daerah pemilihan Jakarta Selatan, Jakarta Pusat dan Malaysia.
"Karena ini sebuah wasiat, saya harus jalankan," ujar Dian.
Selain menjadi caleg, Dian dipercaya menjadi salah satu juru bicara tim dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Dian sangat bersyukur mendapatkan tugas di BPN. Sebab, di sana menjadi sarana pembelajaran yang baik bagi dirinya sebagai pendatang baru di dunia politik.
"Tidak terlampau lama bagi saya untuk menangkap, melakukan lompatan besar dan mengejar apa yang belum saya miliki. Karena ternyata dalam beberapa bulan, saya dapat belajar dengan cepat sehingga memudahkan saya. Malah saya dipercaya tampil sebagai juru bicara Prabowo-Sandiaga," ujar Dian.
Lagipula, Dian bukan bukan sama sekali tidak paham politik. Ia dan almarhum ayahanda semasa hidupnya sering sekali berdiskusi tentang kondisi perpolitikan di Tanah Air.
Sang ayah sering menceritakan 'untold story' dari sebuah peristiwa di pentas politik nasional sehingga naluri politik Dian, jalan.
"Sehingga, sebetulnya saya tidak terlalu kaget meskipun dalam attitude keseharian saya tetap merasakan kekagetan. Karena bagaimanapun, saya lama di luar negeri, 17 tahun di luar negeri dan kemudian bergabung dengan budaya politisi Indonesia yang tentunya sangat berbeda dengan budaya politisi di Australia," ujar Dian.
Baca juga: Caleg Gerindra: Di Malaysia, Satu Suara Dihargai 15-25 Ringgit
Pendalamannya sebagai seorang politikus kian dalam. Memanfaatkan sisa masa kampanyenya, Dian hampir setiap hari turun ke lapangan bertemu masyarakat.
Ia mendengarkan apa saja keluhan masyarakat. Soal banjir, soal upah, soal tempat tinggal, persoalan apapun ia dengarkan.
Ia berprinsip, membantu masyarakat juga bagian dari kerja politik. Untuk membantu masyarakat pun tidak mesti terpilih dulu menjadi anggota legislatif.
Ia memiliki jaringan yang memungkinkan menindaklanjuti persoalan masyarakat di Ibu Kota.
"Kalau saya terpilih, barangkali its a miracle. Tapi, saya cukup bangga juga dalam beberapa bulan ini saya minimal mampu melaksanakan wasiat orangtua, meskipun saya belum tentu terpilih. Its a real gambling bagi saya," ujar Dian.
"Bagi saya, saya tidak akan tumbuh tanpa meninggalkan comfort zone. Kalau saya berada di comfort zone, tentu saya akan seperti itu-itu saja. Ini adalah kesempatan bagi saya untuk tumbuh dan berkembang," lanjut dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.