Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Migrasi" Suara Jelang Pilpres 2019, Mungkinkah Terjadi?

Kompas.com - 26/03/2019, 07:45 WIB
Jessi Carina,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemilihan Presiden 2019 akan berlangsung kurang dari satu bulan lagi.

Dalam satu pekan terakhir, sejumlah lembaga survei mengeluarkan hasil survei mereka soal elektabilitas dua pasang calon presiden dan wakil presiden.

Survei Vox Populi, misalnya, menyebutkan pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin mendapatkan dukungan 54,1 persen responden. Pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendapatkan suara 33,6 persen. Jumlah responden yang tidak tahu atau tidak menjawab 12,3 persen.

Sementara itu, survei Charta Politika menunjukkan, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf ada pada angka 53,6 persen. Adapun Prabowo-Sandi 35,4 persen. Sisanya sebanyak 11 persen menjawab tidak tahu.

Baca juga: Survei Charta Politika: Jokowi-Maruf 53,6 Persen, Prabowo-Sandi 35,4 Persen

Ada pula survei Litbang Kompas yang menyebutkan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf 49,2 persen, sementara Prabowo-Sandiaga 37,4 persen. Sebanyak 13,4 persen responden menyatakan rahasia.

Hasil survei ini bisa saja berbeda dengan hasil akhir penghitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Pasangan calon yang kurang diuntungkan dalam berbagai survei yakin akan ada migrasi atau perpindahan suara pada hari pencoblosan yang berlangsung pada 17 April 2019.

Undecided voters alias pemilih yang belum menentukan pilihan dinilai akan menentukan pilihannya pada hari-H.

Bahkan, ada harapan pendukung lawan politik memindahkan dukungannya ke lawan. Pertanyaannya, mungkinkah terjadi?

"Undecided voters" punya pilihan

Bagi pasangan calon yang mengharapkan perpindahan suara ini, undecided voters sering kali menjadi target.

Jika hasil penghitungan suara lebih besar daripada survei, tim sukses biasanya mengklaim bahwa mereka mendapat dukungan dari para undecided voters.

Akan tetapi, jangan terkecoh. Mereka yang belum menentukan pilihan bukan berarti belum punya pilihan.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisyah Putri mengatakan, bisa saja mereka sudah punya pilihan.

"Bisa saja dalam survei, dia tidak menjawab atau merahasiakannya," ujar Aisyah dalam sebuah diskusi di Jalan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (24/3/2019).

Baca juga: Timses Harus Waspada, Bisa Ada Fenomena Migrasi Suara di Menit Terakhir

Menurut dia, akan lebih tepat jika lembaga survei menyebut mereka sebagai unidentified voters.

Sebab, bisa saja mereka pendukung loyal, tetapi dengan berbagai pertimbangan tidak memberikan jawaban yang jujur saat disurvei.

"Karena ini menjadi blunder jika (dua timses) melihat swing voters bisa direbut semua. Padahal bisa saja mereka sudah loyal tetapi merahasiakan," kata Aisyah.

Undecided voters yang sesungguhnya merupakan kelompok yang paling rasional.

Persentase jumlahnya sulit diketahui dan merupakan yang paling sulit untuk ditarik dukungannya.

Oleh karena itu, dua tim sukses harus bekerja keras untuk mendapatkan dukungan mereka.

Waspadai faktor ini

Hasil pemilu yang berbeda jauh dengan hasil survei menunjukkan bahwa perpindahan suara bisa terjadi, bahkan tidak terbaca oleh lembaga survei.

Sebut saja seperti yang terjadi pada Pilkada DKI 2017, Pilkada Jawa Tengah, dan Jawa Barat tahun 2018.

Pada Pilkada DKI 2017, pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat diprediksi menang, tetapi akhirnya kalah.

Demikian pula pada Pilkada Jawa Tengah. Lembaga survei memprediksi suara Sudirman Said-Ida Fauziah tidak lebih dari 20 persen, tetapi kenyataannya mencapai 40 persen.

Pada Pilkada Jawa Barat, lembaga survei menempatkan pasangan Sudrajat-Syaikhu pada urutan ketiga. Hasil akhirnya, suara yang diperoleh Sudrajat-Syaikhu melebihi prediksi lembaga survei itu.

Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Firman Noor mengungkapkan faktor-faktor yang membuat hal ini terjadi.

"Pertanyaannya, apakah ini didorong hasil survei atau ada faktor lain? Menurut saya, peran survei ini tidak terlalu menentukan. Ada faktor lain yang menjadi latar belakang kenapa terjadi migrasi suara," ujar Firman.

Faktor pertama adalah karena ketidakpuasan. Bisa saja awalnya mereka merupakan soft voters atau pemilih yang tidak loyal untuk salah satu pasangan calon.

Namun, karena tidak puas dengan paslon yang diusung, mereka berubah pilihan pada detik terakhir.

"Yang jelas ini terjadi secara akumulatif dan biasanya terjadi di area swing voters. Mereka fungsinya wait and see. Dia sudah mulai merasakan beberapa hal yang tidak seindah yang disampaikan sehingga dia kemudian mulai berhitung secara rasional," kata Firman.

Faktor kedua adalah karakter kandidat. Hal yang selama ini tidak disadari bisa saja memengaruhi dukungan pada detik terakhir.

Misalnya, kata Firman, lama kelamaan masyarakat menyadari ada sisi Prabowo yang merupakan nilai positif dan akhirnya memengaruhi pilihan mereka.

Faktor ketiga, mesin politik yang bekerja, dan keempat adalah program-program yang ditawarkan.

Namun, ada faktor X yang disebut Firman sebagai blessing in disguise. Ini merupakan situasi yang terjadi mendadak dan tidak diprediksi sebelumnya.

Situasi ini membawa kerugian bagi salah satu paslon yang melakukan blunder, tetapi bisa menjadi berkah bagi lawan politiknya.

Firman mengatakan, semua faktor itu bisa menyebabkan hasil hitung yang jauh berbeda dengan prediksi lembaga survei.

Menurut Firman, masing-masing tim sukses pasangan calon harus mewaspadai fenomena ini.

Jadi incaran timses

Limpahan suara dalam jumlah besar merupakan hal yang didambakan oleh masing-masing pasangan calon.

Tim sukses kedua kubu akan berusaha sampai akhir untuk mendapatkan dukungan mereka yang belum menentukan pilihannya, bahkan terhadap mereka yang sudah punya pilihan.

Anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Rizaldy Priambodo, mengatakan, mereka juga menyasar soft voters, pendukung tidak loyal, Jokowi-Ma'ruf.

"Mengejar swing voters tidak cukup ya. Kami kejar juga yang soft, istilahnya kami kampretkan," ujar Rizaldy.

Dia yakin bahwa migrasi suara besar-besaran akan terjadi pada hari pencoblosan.

Menurut dia, hal itu tidak perlu dilihat dari penelitian lembaga survei, tetapi cukup dirasakan lewat kunjungan-kunjungan Prabowo-Sandiaga ke sejumlah provinsi.

"Selalu reaksinya luar biasa. Dari situ juga terbaca yang namanya migrasi suara atau saya istilahkan sebagai hijrah suara, pasti ada," kata dia.

Sebagai yang diincar, Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf juga waspada.

Meski demikian, TKN tidak terlalu khawatir pendukung Jokowi-Ma'ruf akan mengalihkan dukungannya kepada Prabowo-Sandiaga.

Juru bicara TKN, Ace Hasan Syadzily, mengatakan, Jokowi-Ma'ruf punya modal besar untuk mempertahankan elektabilitas mereka.

Modal yang dimaksud adalah kepuasan terhadap kinerja Jokowi sebagai petahana.

"Kami memiliki modal utama, yaitu kepuasan publik atas kinerja pemerintahan Jokowi yang mencapai 70 persen. Rakyat mengapresiasi kinerja Pak Jokowi, terutama di bidang ekonomi, infrastruktur, pemenuhan kebutuhan sembako, dan lain-lain," kata Ace.

Dengan tingkat kepuasan yang tinggi, dia merasa tidak mudah untuk mengubah pilihan pendukung Jokowi-Ma'ruf.

TKN juga akan terus mengapitalisasi tingkat kepuasan ini agar dapat dikonversi menjadi suara di Pilpres 2019.

Modal kepuasan publik ditambah dengan tawaran program yang lebih menarik, seperti Kartu Sembako Murah, Kartu KIP Kuliah, dan Kartu Prakerja, diyakini akan menambah efek elektoral yang maksimal.

"Di sisa waktu satu bulan ini, selisih yang jauh melebar menambah optimisme kami untuk memenangi pilpres. Kami akan terus meningkatkan kerja secara maksimal agar target 70 persen ini dapat tercapai," kata dia.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Menuju Istana 2019

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com