JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa hasil survei pernah berbeda jauh dari hasil penghitungan di lapangan dalam beberapa kesempatan pemilu. Contohnya seperti yang terjadi dalam Pilkada DKI 2017, serta Pilkada Jawa Tengah dan Jawa Barat tahun 2018.
Pada Pilkada DKI 2017, pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat diprediksi menang tetapi akhirnya kalah.
Sedangkan, pada Pilkada Jawa Tengah, lembaga survei memprediksi suara Sudirman Said-Ida Fauziah tidak melebihi 20 persen. Namun kenyataannya sampai 40 persen.
Baca juga: Pemilu Sumbang 0,3 Persen ke Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Sementara itu pada Pilkada Jawa Barat, lembaga survei menempatkan pasangan Sudrajat-Syaikhu pada urutan ketiga. Namun pada akhirnya suara yang didapat Sudrajat-Syaikhu melebihi prediksi lembaga survei itu.
Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Firman Noor mengatakan, terkadang memang bisa terjadi fenomena yang tidak bisa ditangkap lembaga survei.
"Pertanyaannya apakah ini didorong hasil survei atau ada faktor lain? Menurut saya peran survei ini tidak terlalu menentukan. Ada faktor lain yang menjadi latar belakang kenapa terjadi migrasi suara," ujar Firman dalam sebuah diskusi di Jalan Cikini, Minggu (24/3/2019).
Baca juga: Polisi Waspadai Gangguan Konvensional Jelang Pemilu 2019
Migrasi suara ini seringkali terjadi di menit-menit terakhir sehingga tidak terbaca oleh lembaga survei.
Faktor pertama adalah karena ketidakpuasan. Bisa saja awalnya mereka merupakan soft voters atau pemilih yang tidak loyal salah satu pasangan calon. Namun, karena tidak puas dengan paslon yang diusung, mereka berubah pilihan pada detik terakhir.
Firman mengatakan fenomena ini juga sering terjadi di kelompok swing voters.
"Yang jelas ini terjadi secara akumulatif dan biasanya terjadi di area swing voters. Mereka fungsinya wait and see. Dia sudah mulai merasakan beberapa hal yang tidak seindah yang disampaikan sehingga dia kemudian mulai berhitung secara rasional," kata Firman.
Baca juga: Pesan Dewan Pers untuk Media Jelang Pemilu 2019
Faktor kedua adalah karakter kandidat. Hal yang selama ini tidak disadari bisa saja memengaruhi dukungan pada detik terakhir.
Misalnya, kata Firman, sikap calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto yang kini lebih humanis.
Lama kelamaan masyarakat menyadari ada sisi Prabowo yang merupakan nilai positif dan akhirnya memengaruhi pilihan mereka.
Baca juga: Wiranto: Ada Pihak Gunakan Cara Kotor Singkirkan Lawan Politik di Pemilu 2019
Faktor ketiga adalah karena mesin politik yang benar-benar bekerja dan keempat adalah program-program yang bagus.
Namun, ada faktor X yang disebut Firman sebagai blessing in disguise. Ini merupakan situasi yang terjadi mendadak dan tidak diprediksi sebelumnya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.