JAKARTA, KOMPAS.com - Tahapan Pemilu 2019 tak lama lagi memasuki kampanye metode rapat umum.
Kampanye model ini menjadi puncak kampanye para peserta pemilu menuju hari pencoblosan pada 17 April 2019.
Hal ini disampaikan oleh pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Khairul Fahmi. Peserta pemilu baik partai politik maupun pasangan calon presiden dan wakil presiden akan berupaya maksimal untuk menaikan suara lewat kampanye rapat umum ini.
"Namun karena ini puncak kampanye, berbagai masalah yang sudah terjadi seperti perpecahan, itu juga akan jadi puncak. Saya punya kekhawatiran semua masalah akan ditumpahkan dalam kampanye rapat umum ini," ujar Khairul dalam sebuah diskusi di Jalan Wahid Hasyim, Minggu (10/3/2019).
Baca juga: Kampanye Rapat Umum Dinilai Tak Untungkan Caleg
Sementara itu, Ketua Kode Inisiatif Veri Junaidi juga menyoroti kondisi elektabilitas dua pasang calon presiden dan wakil presiden.
Veri mengatakan, tidak ada kenaikan signifikan atas elektabilktas keduanya. Jumlah dukungan cenderung stagnan sejak masa awal kampanye.
Menurut Veri, kondisi ini memberi alasan bagi dua pasang calon untuk berusaha sekuat tenaga menaikan elektabilitas pada kampanye rapat umum nanti, bagaimana pun caranya.
"Dua-duanya harus berlari kencang. Jadi potensi ini juga harus jadi peringatan dini bagi penyelenggaran pemilu," ujar dia.
Dengan kondisi itu, pelanggaran-pelanggaran dalam rapat umum pun diprediksi akan terjadi.
Khairul mengatakan, potensi pelanggaran pertama bisa terjadi di daerah yang diklaim menjadi basis dukungan salah satu capres atau cawapres.
"Bila daerah itu diklaim sebagai tempat pendukung paslon 01 misalnya, maka ketika paslon 02 masuk akan dianggap sebagai ancaman," ujar Khairul.
Akhirnya, ada intimidasi-intimidasi tertentu yang dilakukan terhadap salah satu paslon jika memasuki daerah lawan.
Baca juga: Penggalangan Massa pada Kampanye Rapat Umum Dikhawatirkan Gunakan Isu Sensitif
Menurut Khairul, hal ini sudah mulai terjadi sebelum rapat umum. Oleh karena itu, daerah yang diklaim menjadi basis lawan harus mendapat perhatian khusus dari penyelenggara pemilu.
"Perlu diingatkan bahwa tidak boleh ada larangan berkampanye sekali pun di basis dukungan lawannya," kata Khairul.
Ada pelanggaran-pelanggaran lain yang diprediksi juga akan terjadi dalam kampanye rapat umum nanti. Veri Junaidi mengatakan salah satunya mengenai politik uang.
"Pada rapat umum nanti kan akan menghadirkan lebih banyak orang. Bagaimana pengerahan terhadap pendukung untuk bisa hadir kan selalu menjadi isu. Apakah mereka hadir betul-betul keinginan sendiri atau dimobilisasi," ujar Veri.
Jika dimobilisasi, biasanya berkaitan erat dengan politik uang. Veri mengakui, sudah ada regulasi yang mengatur batasan pemberian bahan kampanye seperti kaos.
Namun, pemberian uang makan dan transportasi belum diatur jelas. Veri mengatakan hal ini bisa menjadi modus.
Potensi kedua, mengenai keterlibatan ASN. Terlebih lagi, kata Veri, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sudah mengatakan bahwa ASN diperbolehkan menyosialisasikan keberhasilan pemerintah.
Menurut dia, hal ini tidak ada bedanya dengan menyeret ASN ke ranah politik.
"Dan itu bisa dikatakan perintah kepada ASN untuk menyosialisasikan apa yang dilakukan pemerintah," kata dia.
Khairul Fahmi menambahkan, potensi pelanggaran lainnya adalah penggunaan fasilitas yang dilarang untuk kampanye. Misalnya seperti lembaga pendidikan, tempat ibadah, dan gedung pemerintah.
"Misalnya ada fasilitas yang dilarang tetapi karena ada kedekatan akhirnya diperbolehkan. Itu nanti akan berantem," ujar Khairul.
Pelanggaran lain seperti perusakan alat peraga kampanye, silang dukungan, hingga pengaturan lokasi kampanye juga perlu diantisipasi oleh KPU dan Bawaslu.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melakukan pengundian zonasi kampanye untuk rapat umum peserta Pemilu 2019.
Pengundian dilakukan pada Rabu (6/3/2019) di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat.
Sistem ini mengelompokan 34 provinsi di Indonesia menjadi dua bagian yang nantinya menjadi acuan bagi peserta pemilu melakukan kampanye.
Dalam konteks Pileg, partai politik peserta pemilu diatur untuk mendapatkan jadwal kampanye di zona yang sama dengan pasangan capres cawapres yang didukungnya.
Ada dua zonasi yang dibagi KPU, yaitu zonasi A dan B. Bola undian diambil secara serentak oleh perwakilan Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno.
Hasilnya, Jokowi-Ma'ruf mendapat bola B. Sedangkan, tim Prabowo-Sandiaga mendapat bola A.
Artinya, pasangan capres cawapres Jokowi-Ma'ruf akan memulai kampanye rapat umum per 24 Maret di wilayah B, sementara pasangan Prabowo-Sandiaga memulai kampanye di wilayah A.
Mereka akan bertukar zonasi setiap 2 hari sekali. Aturan ini adalah hasil revisi dari kesepakatan awal yang menyatakan pertukaran zonasi dilakukan setiap 3 hari sekali.