JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Azis yakin Mahkamah Konstitusi (MK) bisa memutus permohonan uji materi sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dalam waktu yang singkat.
Pasal yang dimaksud adalah tentang pindah memilih dalam pemilu dan pencetakan surat suara yang dimuat dalam Undang-Undang Pemilu.
"Kami yakin MK sudah punya pengalaman memutuskan materi judicial review UU Pemilu dengan waktu yang sangat singkat, pada saat itu jelang Pilpres 2009," kata Viryan di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (8/3/2019).
"Tentunya saya yakin MK dalam posisi yang sama, mereka cukup memahami kondisi pemilu yang sekarang serba kompleks," sambungnya.
Baca juga: MK Verifikasi Permohonan Uji Materi UU Pemilu soal Pindah Memilih
Menurut Viryan, ada beberapa aturan tahapan pemilu yang baru diatur di Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, yang sebelumnya tidak diberlakukan di Pemilu 2014. Hal itu, tidak diatur secara jelas dalam Undang-Undang Pemilu.
Misalnya, mengenai batas waktu pemilih yang mengurus prosedur pindah memilih.
"Yang soal pindah memilih itu paling lambat 30 hari sebelum pemungutan suara. Bagaimana kalau mengurusnya kurang dari 30 hari. Kemudian yang jadi problem adalah perilaku pemilih kita, bagaimana soal administrasi pindah memilih baru sadar di akhir jelang mas pemungutan suara," tutur Viryan.
Selain itu, aturan yang dipersoalkan adalah Pasal 344 ayat 2 Undang-Undang Pemilu.
Pasal tersebut mengatur soal jumlah surat suara pemilu yang dicetak sama dengan jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), ditambah dengan 2 persen dari DPT per TPS.
Sebanyak 2 persen surat suara itu merupakan surat suara cadangan yang sebetulnya digunakan untuk mengganti surat suara yang kemungkinan rusak.
Pasal ini dinilai mengabaikan pemilih yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb). Sebab, tak ada aturan yang menyebutkan tentang ketentuan surat suara untuk pemilih tambahan.
Oleh karenanya, untuk memperjelas ketentuan tersebut, KPU berharap pada hasil uji materi MK.
Di samping itu, KPU juga berupaya untuk melakukan distribusi yang proporsional terhadap pemilih yang pindah memilih atau yang tercatat di DPTb.
"Namun konsekuensinya adalah pemilih itu bisa terdata DPTb dengan jarak dari tempat tinggal dia yang cukup jauh. Misalnya bisa 2, 3, 5 kilometer dan berpotensi menjadi keengganan pemilih untuk menggunakan hak pilih," ujar Viryan.
Diberitakan sebelumnya, sebanyak dua orang mahasiswa yang berkuliah di Bogor mengajukan uji materi terkait Pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Berdasar surat permohonan yang tercatat di MK, aturan yang diujimaterikan adalah Pasal 210 ayat (1), (2), (3), Pasal 344 ayat (2), dan Pasal 348 ayat (4). Pasal tersebut mengatur tentang ketentuan pindah memilih dan pencetakan surat suara pemilu.
Selain itu, tujuh pemohon juga mengajukan uji materi ke MK terkait persoalan tersebut.
Baca juga: MK Segera Verifikasi Uji Materi UU Pemilu yang Diajukan Denny Indrayana Cs
Ke-tujuh pemohon tersebut adalah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Titi Anggraini, pendiri dan peneliti utama Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis, dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari.
Kemudian, terdapat pula dua orang warga binaan di Lapas Tangerang, yaitu Augus Hendy dan A. Murogi bin Sabar, serta dua karyawan, Muhamad Nurul Huda dan Sutrisno
Para pemohon menguji Pasal 210 ayat (1), Pasal 350 ayat (2), Pasal 383 ayat (2), Pasal 348 ayat (4) dan ayat (9).